Archive for the ‘Kajian Tauhid’ Category

Berbagai tokoh yang mengaku dari “partai Islam” selalu mengatakan bahwa Islam tidaklah berlawanan dengan Demokrasi ataupun Pancasila. Benarkah perkataan mereka, ataukah ini hanyalah kemunafikan mereka untuk menjadikan Demokrasi sebagai alat sementara untuk mewujudkan Kekuasaan meraka yang nyata nyata “kerabat” Amerika Serikat?

Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti hukum/pemerintahan, sehingga demokrasi dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

Dalam UUD 1945, konsep demokrasi tertuang dalam pasal 1 ayat 2, yang berbunyi: “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang Undang Dasar”.

Ayat diatas dapat dijabarkan bahwa dalam demokrasi kekuasaan tertinggi adalah di tangan rakyat, di mana kedaulatan tersebut dilaksanakan menurut Undang Undang Dasar sebagai Sumber Hukum tertinggi dibawah Pancasila. Pasal 3 ayat 1 UUD 1945 juga menyebutkan bahwa “Undang Undang Dasar sebagai Konstitusi Hukum tertinggi ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai manifestasi dari rakyat”.

Hal diatas sangat bertentangan dengan Al Quran karena di dalam Syariat Islam, hukum hanyalah milik Allah dan rakyat tidak berhak menetapkan hukum / Undang Undang.

“Hukum itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia.” (Qs Yusuf: 40)

”Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu.” (Qs Al-Maaidah: 49).

“Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Qs An-Nisaa: 59)

Jadi jika berdasar Syariat Islam, maka pasal 1 ayat 2 UUD 1945 seharusnya berbunyi: “Kedaulatan berada di tangan Allah dan dilaksanakan menurut Al Quran dan Sunnah RasulNya”.

Lalu bagaimana jika ternyata hukum yang dibuat Allah dan diperjelas dengan Sunnah Rasul Muhammad (Quran dan Sunnah) tidak dapat mengcover seluruh detail aturan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan permasalahan manusia? Karena itulah dilakukan Musyawarah / Syura.

Para pembela Islam munafik seringkali mengatakan bahwa Islam tidak bertentangan dengan demokrasi, karena Islam juga mengajarkan musyawarah / syura. Atau dengan kata lain Syura = Demokrasi.

Anggapan ini adalah anggapan yang amat salah dan tidak berdasar, sebab antara kedua istilah ini terdapat perbedaan yang amat mendasar, yang menjadikan keduanya sangatlah bertentangan. Untuk memahami hal ini secara benar, kita harus mengetahui bagaimanakah prinsip2 Syura berdasarkan Syariat Islam:

Prinsip Syura Pertama:

Musyawarah hanyalah disyariatkan dalam permasalahan yang tidak ada dalilnya.

Seperti yang telah dinyatakan sebelumnya bahwa tujuan musyawarah ialah untuk mencapai keputusan yang ternyata tidak tercakup dalam Al Quran ataupun As Sunnah, hal ini berdasarkan Quran;

“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukminah, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan lain tentang urusan mereka. Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya dia telah tersesat, sesat yang nyata.” (QS. Al Ahzab: 36)

Syura didalam Islam jarang terjadi dan hanya dilakukan dalam beberapa urusan yang musykil (sukar diputuskan atau dipahami). Sedangkan untuk persoalan yang telah ada ketetapan dari Allah dan Rasul Muhammad, maka tidak diadakan Syura. Hal ini bertentangan dengan demokrasi, dimana musyawarah mufakat diletakkan sebagai jalan utama untuk menyelesaikan suatu persoalan. Permusyawaratan rakyatlah yang berkuasa untuk mengatur permasalahan berdasarkan undang-undang yang telah dibuat.

Prinsip Syura Kedua:

Kebenaran tidak ditentukan oleh mayoritas suara terbanyak

Dalam demokrasi, jika kata mufakat tidak tercapai, jalan keluar terakhir adalah dengan pemungutan suara terbanyak. Hal ini bertentangan dengan Quran;

“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).” (QS. Al An’am 116)

Ibnu Katsir berkata dalam Kitab Tafsir-nya tentang ayat ini :

Allah memberitahukan tentang keadaan penduduk bumi dari kalangan Bani Adam bahwa kebanyakan mereka dalam kesesatan. Seperti itu juga Allah berfirman :

‘Dan sesungguhnya telah sesat sebelum mereka (Quraisy) sebagian besar dari orang-orang yang dahulu.’ (QS. Ash Shaffat : 71)

Begitu pula firman Allah :

‘Dan sebagian besar manusia tidak akan beriman walaupun kamu sangat menginginkannya.’ (QS. Yusuf : 103)

Mereka dalam kesesatan tanpa keyakinan namun hanya sekadar persangkaan dusta dan perkiraan yang bathil belaka.

‘Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).’” (QS. Al An’am : 116)

Artinya suara mayoritas belum tentu menunjukkan kebenaran, dan sebaliknya, suara minoritas belum tentu suara yang salah.

“Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap manusia tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur.” (QS. Al Baqarah : 243)

“Tapi kebanyakan manusia tidak menyukai kecuali mengingkari(nya).” (QS Al Isra’ : 89)

“Sesungguhnya hari kiamat pasti akan datang, tidak ada keraguan tentangnya, akan tetapi kebanyakan manusia tiada beriman.” (QS. Al Ghafir : 59)

“Dan sebagian besar manusia tidak akan beriman walaupun kamu sangat menginginkannya.” (QS. Yusuf : 103)

Dan masih banyak ayat2 dalam Quran yang serupa dengan ayat2 diatas.

Prinsip Syura Ketiga:

Yang berhak menjadi anggota Majelis Permusyawaratan ialah para pemuka masyarakat, ulama dan pakar di setiap bidang keilmuan yang ditunjuk oleh Khalifah.

Berdasarkan Syariat Islam yang berhak menjadi anggota Majelis Syura hanyalah ahlul hilli wal aqdi, yaitu para ulama dan pewaris para Nabi, atau mereka yang ditunjuk oleh Khalifah. Anggota Majelis Permusyawaratan / Syura tidak boleh berasal dari kalangan kafir / diluar Islam, dan juga tidak boleh seorang wanita.

Sedangkan dalam demokrasi, anggota Majelis Permusyawaratan dipilih oleh rakyat, rakyatlah yang menentukan para perwakilan mereka. Setiap anggota masyarakat, siapapun dia, berhak dipilih untuk menjadi anggota Majelis Syura sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, meskipun ia wanita ataupun seorang kafir (Kristen, Hindu, Budha, ataupun agama lain diluar Islam).

Jelaslah apa perbedaan Syura dalam Islam dengan Demokrasi. Jika terdapat orang atau partai yang menyatakan bahwa demokrasi dalam Islam adalah sistem syura / musyawarah, bukan sitem demokrasi ala Yunani, sehingga ini hanya sebatas penamaan, hal tersebut adalah kemunafikan yang amat sangat. Pertama: Istilah demokrasi adalah istilah yang muhdats (hasil rekayasa manusia) maka tidak layak dan tidak dibenarkan menggunakan istilah2 semacam ini dalam Islam.

Kedua: Penggunaan istilah ini merupakan praktek menyerupai (tasyabbuh) dengan orang2 kafir (khususnya Yunani, bangsa asal demokrasi), dan Islam telah mengharamkan umatnya untuk berbuat menyerupai orang2 kafir dalam hal2 yang merupakan ciri khas mereka. Muhammad pernah berkata:

“Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia tergolong dari mereka.” (Hadis Abu Dawud)

Keseluruhan uraian diatas dengan jelas menunjukkan bahwa syariat islam berbeda dengan konsep demokrasi. karena demokrasi adalah bagian dari pancasila (sila 4), maka secara otomatis islam juga anti pancasila.

Lalu mengapa banyak partai yang mengaku mewakili Islam masih menggunakan Pancasila sebagai ideologi partainya dan juga tetap ikut pemilu yang merupakan pesta demokrasi? Layakkah kita menyebut partai2 ini dengan istilah Partai Kemunafikan Sejati?

Saudaraku, mana yang anda pilih? Hidup di bawah naungan Pancasila atau di bawah naungan Islam?

* Semboyan kita bukanlah Bhinneka Tunggal Ika, tetapi Laa Ilaaha Illallah Muhammadurrasulullah.
* Dasar negara kita seharusnya bukanlah Pancasila dan UUD 1945, tetapi Al Quran dan As Sunnah.
* Kita tidak mengenal Nasionalisme dan Patriotisme, yang kita kenal adalah Jihad Fi Sabilillaah dan Ukhuwah Islamiyah.
* Kita cinta kepada Tanah Air, tetapi lebih cinta lagi kepada Islam, Kita setia kepada Negara, tetapi lebih setia lagi kepada Agama.
* Kita taat kepada Pemerintah, tetapi lebih taat lagi kepada Allah dan Rasulullah.
* Demokrasi adalah Berhala yang sesat dan menyesatkan
* Pemikiran Pluralisme adalah Kesesatan.
* Sekulerisme adalah Ajaran Iblis dan Setan.
* Saudara-Saudara kita adalah umat islam di belahan bumi manapun mereka berada.
* Musuh-musuh kita adalah orang-orang yang memusuhi Allah dan Rasulnya
* Ridha Allah adalah tujuan kita Rasulullah adalah panutan kita Al Quran dan As sunnah adalah undang-undang kita.
* Jihad adalah jalan kita.
* Syahid di jalan Allah adalah cita- cita tertinggi kita.

* Sungguh mengherankan jika kita melihat dialog-dialog di TV dimana mereka begitu mengagung- agungkan undang-undang buatan manusia, sehingga jika ada perbuatan yg bertentangan dgn undang-undang mereka langsung bilang : INKONSTITUSIONAL. Tapi jika ada perbuatan yang bertentangan dengan Al quran dan sunnah mereka diam seribu bahasa dan sama sekali gak protes, bahkan mungkin bilang “agama adalah urusan individu, negara gak perlu campur tangan”. Tentu kita gak tau apa isi hati mereka, masihkah tersisa iman di hati mereka?Ataukah sebenarnya mereka orang-orang munafik dan kafir?
* Orang-orang sesat itu begitu mensakralkan Pancasila dan Konstitusi, tapi menginjak-injak Alquran dan Sunnah.
* Mereka membuang ajaran islam kebelakang punggung mereka dan menjunjung tinggi sampah-sampah pemikiran yang bertentangan dengan ajaran islam.
* Lantas apa gunanya mengaku beragama islam ?!! Jangan-jangan agama mereka bukan agama Islam? Dan kitab suci mereka bukan Alquran? Paling tidak, mereka termasuk Mujahirun, yaitu orang yg berbuat dosa secara terang-terangan, bahkan menyebarluaskan kesesatan/dosa mereka secara terang-terangan ke tengah masyarakat.
* Mereka adalah setan dalam jasad manusia, dengan mulutnya mereka mengajak manusia ke neraka. Padahal agar dosa mudah diampuni seharusnya perbuatan dosa itu harus disembunyikan dan jangan sampai ketahuan manusia, sebagai wujud malu kepada Allah, tetapi para penyeru sekulerisme dan pluralisme itu malah menyerukan kesesatan mereka melalui berbagai media massa tanpa malu-malu lagi.
* “Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya [tidak mengamalkan isinya] adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat- ayat Allah itu. Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.” {QS Al Jumu’ah : 62}
* Orang-orang yang mendukung sekulerisme dan menolak penerapan syariat islam adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab tebal, karena meskipun mereka mengetahuii Al Quran dan As Sunnah tetapi mereka enggan menerapkannya di negara ini dan malah mencampakkan syariat islam serta mendukung sekulerisme.
* “Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik dari (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ?” {QS. Al-Maaidah : 50}
* jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya

Kita beriman dan meyakini bahwa argumentasi yang pasti dan hukum tertinggi adalah Al-Kitab (Al-Qur’an) dan as-Sunnah, bukan yang lain. Seluruh perselisihan di antara kaum muslimin, harus dikembalikan kepada hukum Allah dan Rasul-Nya. Jika Allah dan Rasul-Nya telah memutuskan suatu perkara, tak seorang pun boleh menawarnya.

Jaminan ‘Ishmah (kemaksuman/terjaga dari dosa dan kesalahan) tak dimiliki oleh seorang pun sesudah Nabi shalaallahu ‘alaihi wasallam. Kecuali ijma’ (konsensus/kesepakatan) umat. Karena Allah telah menjamin kemaksuman umat ini dari bersepakat di atas kesesatan. Dan setiap kesepakatan umat haruslah ada dalil syar’i yang dijamin validitasnya untuk dijadikan sandaran.
Sebagaimana juga kita meyakini bahwa mengganti sumber hukum dari wahyu kepada hawa nafsu seperti yang dilakukan penganut faham sekuler, termasuk salah satu bentuk kesyirikan dan kekufuran terhadap ke-Esaan Allah Ta’ala.

Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيم

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Hujurat: 1) Mereka dilarang berbicara dan berfatwa tentang sesuatu mendahului Rasulullah shalaallahu ‘alaihi wasallam sehingga Allah memberi satu keputusan melalui lisan Rasul-Nya.

Allah Ta’ala berfirman,

فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ

“Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.” (QS. An-Nisa’: 59)

Mengembalikan segala urusan kepada Allah dan Rasul-Nya adalah tanda keimanan kepada Allah dan hari akhir. Dari dalil itu juga menunjukkan bahwa orang yang tidak mengembalikan urusan yang diperselisihkan kepada Allah dan Rasul-Nya termasuk yang tidak beriman kepada Allah dan hari akhir.

Allah Ta’ala berfirman,

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا

“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang beriman dan tidak (pula) bagi perempuan yang beriman, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS. Al-Ahzab: 36) Jika Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan sesuatu tak seorangpun boleh menyelisihinya, mencari alternatif, pendapat, atau komentar lain. Bagi seluruh orang beriman wajib menjadikan pendapat dan pilihannya mengikuti petunjuk dan keputusan Nabi shalaallahu ‘alaihi wasallam.

Allah Ta’ala berfirman,

فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa fitnah (cobaan) atau ditimpa adzab yang pedih.” (QS. Al-Nuur: 63)

Maksudnya mereka menyelisihi perintah Nabi shalaallahu ‘alaihi wasallam, yaitu jalan hidup, konsep, sunnah dan syariatnya. Seluruh perkataan dan perbuatan ditimbang dengan perkataan dan perbuatannya. Apabila sesuai diterima. Dan jika tidak, maka ditolak. Sedangkan maksud fitnah yang diancamkan adalah kekufuran, nifak, dan bid’ah yang sudah menghinggapi hati orang-orang yang menyimpang.

Allah Ta’ala berfirman,

“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?” (QS. Asy-Syuura: 21)

Allah mengecam orang-orang yang tidak mau mengikuti agama yang lurus, yaitu agama yang telah Allah syariatkan kepada Rasul-Nya. Bahkan mereka mengikuti syariat yang telah dibuat oleh para syetan dan thaghut mereka. Berupa mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram dan bentuk-bentuk kejahiliyahan yang telah mereka buat-buat sebelumnya. Allah juga menjelaskan jikalau tak ada ketetapan sebelumnya untuk menangguhkan adzab hingga hari berbangkit sungguh mereka akan dihukum segera.

Allah Ta’ala berfirman,

“Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Yuusuf: 40)

Yusuf mengajak kedua teman penjaranya untuk berhukum hanya kepada Allah dan itu termasuk mentauhidkan Allah dengan ibadah. Dan sesungguh inilah dien yang lurus yang banyak tidak diketahui oleh manusia.

Sunnah sebagai hujjah (argumentasi hukum Islam)

Kita juga mengimani bahwa sunnah shahihah adalah hujjah. Mempercayai sunnah sebagai hujjah adalah keharusan dalam berislam. Tidak sah dan sempurna Islam seseorang tanpa mengimaninya.

Seluruh umat bersepakat bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam terjaga dari sifat dusta dalam menyampaikan risalah. Artinya setiap yang beliau sampaikan itu sama dengan apa yang ada di sisi Allah. Karenanya, kita wajib berpegang teguh dengannya.

Allah Ta’ala berfirman:

“Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (QS. An-Najm: 3-4)

“Seandainya dia (Muhammad) mengada-adakan sebagian perkataan atas (nama) Kami, Niscaya benar-benar kami pegang dia pada tangan kanannya. Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya. Maka sekali-kali tidak ada seorang pun dari kamu yang dapat menghalangi (Kami), dari pemotongan urat nadi itu.” (QS. Al-Haaqqah: 44-47)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah memerintahkan umatnya agar berpegang teguh dengan sunnah-sunnahnya dan memperingatkan mereka agar tidak menyelisihinya. Para sahabat melaksanakan perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ini. Mereka senantiasa komitmen mengikuti beliau dalam perkataan, perbuatan, dan ketetapannya. Allah Ta’ala berfirman:

“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imran: 31)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Siapa yang membenci sunnahku bukan dari umatku.” (Muttafaq ‘Alaih)

Allah Ta’ala telah memerintahkan untuk beriman kepada Rasul-Nya, dan mewajibkan seluruh manusia untuk mentaatinya. Ini menuntut kemaksuman beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dan setiap yang bersumber dari beliau sebagai hujjah (sumber hukum Islam) bagi umatnya.

“Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada cahaya (al-Qur’an) yang telah Kami turunkan. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. At-Taghabun: 8)

“Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu berpaling daripada-Nya, sedang kamu mendengar (perintah-perintah-Nya), dan janganlah kamu menjadi sebagai orang-orang (munafik) yang berkata: “Kami mendengarkan, padahal mereka tidak mendengarkan.” (QS. Al-Anfaal: 20-21)

“Katakanlah: ‘Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir’.” (QS. Ali Imran: 31)

“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.” (QS. Al-Hasyr: 7)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga telah memberitahukan bahwa beliau maksum (terjaga) dari sifat dusta, apa yang diwahyukan kepada beliau adalah al-Qur’an dan sesuatu yang semisal dengannya. Sedangkan hukum yang beliau jelaskan dan syariatkan berasal dari Allah, bukan semata-mata dari pribadinya. Bahwa taat kepada beliau berarti taat kepada Allah dan durhaka kepada beliau berarti bermaksiat kepada Allah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah maksum, makanya setiap yang bersumber dari beliau dalam urusan agama menjadi hujjah. Oleh karena itu Allah mewajibkan kita untuk mengimaninya dan mentaati seluruh perintahnya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah maksum, makanya setiap yang bersumber dari beliau dalam urusan agama menjadi hujjah.

Dari al-Miqdad bin Ma’diyakrib, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“ketahuilah, bahwa aku diberi al-Qur’an dan yang semisal dengannya. Ketahuilah, bahwa akan datang seorang yang kenyang duduk di atas singgasananya berkata: ‘berpegang teguhlah kalian dengan al-Qur’an ini. Perkara halal yang kalian dapatkan di dalamnya maka halalkanlah. Dan perkara haram yang engkau temui di dalamnya maka haramkanlah. Sesungguhnya apa yang diharamkan Rasulullah seperti yang diharamkan Allah.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, dan Hakim)

Dan dari al-‘Irbadz bin Sariyah berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berdiri di hadapan kami dan bersabda: “Masih adakah salah seorang kalian yang bersandar pada singgasananya menyangka bahwa Allah tidak mengharamkan apapun kecuali yang terdapat di dalam al-Qur’an ini. Ketahuilah, aku telah memerintahkan, menasihatkan, dan melarang banyak perkara sebanyak al-Qur’an atau lebih banyak lagi.” (HR. Abu Dawud).

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Siapa yang mentaatiku berarti dia telah mentaati Allah, dan barangsiapa yang mendurhakaiku berarti dia telah mendurhakai Allah.” (Muttafaq ‘alaih)

Bukti lain bahwa sunnah adalah hujjah (sumber ajaran Islam) adalah Al-Qur’an tak bisa diamalkan tanpa sunnah. Berapa banyak masalah dalam Al-Qur’an yang masih global tak bisa diamalkan kecuali harus merujuk kepada sunnah. Misalnya firman Allah Ta’ala: وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآَتُوا الزَّكَاة “dan dirikanlah shalat serta tunaikan zakat”. Dari ayat ini hanya bisa difahami tentang wajibnya shalat dan zakat. Tetapi, kita tak dapati di dalam Al-Qur’an keterangan tatacara shalat, waktu-waktunya, jumlah rakaatnya, dan kepada siapa diwajibkan. Dalam masalah zakat, tak kita dapati dalam al-Qur’an keterangan harta apa saja yang harus dizakati, nishab, takaran, dan syarat-syarat wajibnya. Semua itu tidak bisa diketahui kecuali melalui sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

Al-Qur’an tak bisa diamalkan tanpa sunnah. Berapa banyak masalah dalam Al-Qur’an yang masih global tak bisa diamalkan kecuali harus merujuk kepada sunnah.

Pemahaman Salafus Shaleh Menjadi Argument Dalam Memahami Ayat dan Hadits

Kita meyakini generasi salafus shaleh sebagai rujukan dalam memahami nash-nash muhkamat dan qath’iyyat. Sebagaimana dahulu mereka menjadi rujukan terpercaya dalam mentransfer wahyu.

Apa saja yang telah mereka sepakati merupakan kebenaran yang tidak boleh ditawar. Tidak boleh memahami nash-nash wahyu dengan meninggalkan pemahaman mereka.

Allah Ta’ala berfirman,
“Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasinya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahanam, dan Jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. An-Nisa’: 115)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “hendaknya kalian ikuti sunnahku dan sunnah para khulafaur rasyidin yang mendapat petunjuk sesudahku. Pegangteguhlah sunnah-sunnah itu dengan kuat.” (HR. Abu Dawud dan at-Tirmidzi)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda lagi, ” . . . . umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga sekte, semuanya di neraka kecuali satu, yaitu al-jama’ah. Maksudnya apa yang aku jalankan kini bersama para sahabatku.”

Mengikuti jalan hidup kaum mukminin, apa yang disunnahkan oleh para khulafaur rasyidin, dan apa saja yang telah ditempuh oleh para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah penyelamat dari segala bid’ah dan kesesatan.

(PurWD/voa-islam)

Wahai para pengikut yang setia ajaran yang pernah di bawa rosululloh muhammad
musuh islam telah gencar mencekoki nilai-nilai kehidupan tatanan dunia secara global
tujuan mereka hanyalah menggelincirkan aqidah, menjauhkan sosok individu,kelompok, etnis dan
ras manusia dari kemanusiaan sehingga lupa akan eksistensinya di muka bumi ini
bukan menyatukan dengan asas solidaritas bohong, hak-azasi manusia yang mereka ukir hasil retorika logika
demi kepentingan suatu kelompok sehingga menghilangkan hak-hak Alloh dalam urusan hidup manusia.

bangunlah wahai para pengaku ummat muhammad ikuti dan mulailah sadar dari mimpi-mimpi ini
yang sengaja di buat oleh iblis dan para pengikutnya untuk siap menggelincirkan ummat manusia
kelembah kehinaan kejurang kenistaan, menjadikan manusia di bawah perbudakan manusia
bagaikan tatanan hutan rimba jaringan simbiosis tertinggilah sebagai pemenang itulah yang kalian inginkan.

Alloh dengan aturanya dengan contoh manusia pilihan sejak dari Adam as sampai generasi
zaman muhammad saw dimana yang kita pijak ini.
marilah berintrospeksi,muhasabbah sebelum di hisab dan di introspeksi Alloh,
jangan hanya sebatas pengakuan ummat muslim lalu syari’at di tinggalkan berkiblat kepada musuh Alloh
dan mengaku Alloh punya aturan buat manusia maka di campakan dan di injak-injak sudah segala hak-hak Alloh

inikah ummat generasi yang mengaku ummat akhir zaman yang se-enaknya
dari ibadah bukan lagi sekehendak Alloh dan Rosul-Nya melainkan diri yang mengaturnya
dari urusan apapaun maka bersikeras membantah bahwa Alloh tidak ada hak dalam mengusur urusan dunia
bahkan dengan yakinya ini adalah zaman modern tidak ada relevansi harus kembali seperti dahulu
yang pernah dilakukan muhammad dan para pengikutnya yang konsisten.

wajarlah saja ketika hawa nafsu,logika,filosofi dan filsafat menguasai tanpa di dasari wahyu
maka penolakan-pelnolakan dan pembantahan serta pembenaran logika di kedepankan
meskipun dalam hati-hati membenarkan seharusnya seperti yang rosulluloh lakukan dan mengikuti ajaranya
tapi dengan modal gensikah, dengan intelektualisasikah sehingga sebebasnya hidup mengatur kehidupan
sehingga mencetak manusia-manusia generasi-generasi hewan bahkan lebih dari itu

wahai akhi, ukhti, sahabat, teman karib, kerabat sudah sejak dari dahulu para nabi dan Rosul
diutus untuk mengangkat derajat manusia kepada kemulyaan,lantas kenapa serasa semakin larut manusia
merongrong dan mengelak kebenaran mutlak yang dapat menggiring kepada azas kemanusiaan yang sesungguhnya
tanpa ada ras, gender,warna kulit, bahkan batasa wilayah bukankah dunia beserta isinya ciptaan Alloh sehingga sepatutnya mengikuti aturan-Nya.

tidak ada heterogenisme atau kemusyrikan yang di sukai Alloh kecuali dosa terbesar tak terampuni.
kecuali hanya monoteisme penghambaan diri kepada pencipta segalanya Alloh saja dan sudah selayaknya
ini hanyalah celotehan gumam hati ini yang sama mengharapkan syurga-Nya,
karena di belahan bumi manapun dan keyakinan apapun dengan cara apapun tidak ada manusia mengharapkan neraka
Alloh menjadi tempat terakhirnya kelak. kecuali manusia pembangkang dan pengikut setia iblis laknatulloh saja
yang menyia-nyiakan hidupnya untuk menukarkan umurnya dengan panas dan begitu beratnya siksa Alloh.

maka patutkan Alloh di jadikan sumber sandaran aturan hidup dengan aturan-Nya saja
maka patutkah Alloh yang menguasai kekuasaan seantero dunia ciptaan-Nya
maka sepatunyalah hidup di dunia manusia menjalani sebagai wujud loyaliotas kepada-Nya

bukan mengadakan pembaharuan,pendustaan,pengkhianatan kepada diri, kepada alloh dan kepada orang2 mukmin
bahkan menjadi para penentang garis depan menyembunyikan kedengkian yang nyata kepada para penyelamat risalah
inilah ya Alloh realita ummat yang notabene mengaku iman yang mengaku ummat generasi muhammad
yang tersisa hanya celotehan, pengabdian ritual yang terkadang dilakukan terkadang di labrak dan di tinggalkan
inilah generasi manusia akhir zaman yang melupakan hukum tatanan aturan syar’i Mu ya Alloh
bahkan hanya menjadi hiasan dan namanya saja.

bersabarlah wahai generasi yang istiqomah, dan konsisten serta konsekuen para penyampai kebenaran
yang bersumber dari Alloh dan Rosu-Nya saja.
pengorbanan,ketundukan akan menjadi saksi kelak sebagai hujjah penyeru kepada yang haq dan pelawan kebathilan
luruskanlah wahai generasi-generasi penerus risalah inilah jalan yang di ridho-i Alloh

tidak ada ruang buat kaum mukmin untuk melakukan penghambaan dan ibadah dengan merdeka sesuai kehendak Alloh
karena mereka benci kepada Alloh, Al-qur’an,rosululloh,beserta orang-orang mukmin.
hanya berusaha,berjuang mencatat sejarah penegakan hak-hak Alloh

tetap keep on spirit untuk menggapai manusia level kemulyaan gelar takwa dari Alloh sehingga layak jadi ummat pengikut Rosululloh muhammad dan layak menerima kebahagiaan syurganya Alloh

Regenerasi fir’aun

Posted: Februari 27, 2011 in Kajian Tauhid

Ikhwan sekalian Alloh telah membuka tirai-tirai yang selama ini di tutupi syetan-syetan berbentuk manusia yang mengatas namakan bahkan menjadikan illah dalam lingkup hidupnya yaitu para rengrengan pelanjut generasi fir’aun
yang siap membantai dan mengancurkan aqidah umat manusia di giring kedalam kesesatan dan di tenggelamkan dalam buaian hasil karya para fir’aun baru yang mengusung ajaran dan pola baru dengan tujuan sama yitu menggelincirkan manusia menjadi pengikut iblis sejati dengan bungkus modernisasi.

yang di usung di dalamnya kebebasan berekspresi untuk mengkafiri Alloh dan mengikuti millah mereka dengan ajaran yang menjajah dunia,mengatur dunia mengendalikan seluruh pergerakan manusia untuk menghindari kebenaran yang haq. sehingga tidak sempat berfikir dirinya,ummat dan bahkan keselamatn dirinyapun tidak di pikirkan yang ada hanya meng IDOLA kan manusia atau mahluk yang siap menjadi tandingan Alloh, melawan para pembawa risalah yang pernah Rosululloh bawa untuk mengembalikan manusia dari kejahilan yang mengacu kepada kebinatangan kaum musryikin saat itu, da menciptakan kaum musryikin secara global dengan harus menempelkan label keimanan dan meninggalkan prinsip makna manusia yang beriman sebenarnya yakin,di ucapkan, dan di trealisasikan. ketika tiga paket ini di tinggalkan maka siap2lah oleh Alloh di cap sebagai manusia kaffir,musryik,munafik, dan dzolim.

ikhwan fillah program dari agama/dien baru mereka yang di labelisasi dengan SEPILIS yang di tunggangi oleh motor sistemnya yahudi dan nasrhoni sebagai musuh abdai kaum muslimim dengan pemegang kekuasaan tertinggi otak-otak para pengkikut iblis laknatulloh inilah yang di pelopori dari sejak Nabi Adam As. dan seluruh generasi para nabi dan Rosul, dan mereka mengambil sosok yang fenomenal dikalangan pengkiut iblis yaitu fir’aun yang punya otoritas wilayah, hukum, dan para pendukung sehingga mendelegasikan dirinya menyaingi Alloh, begitu pula para pelanjutnya abu jahal Cs ketika Rosululloh Saw di utus untuk mengembalikan manusia kepada derajat manusia yang tahu makna hidup dan tahu posisi dirinya dalam pengabdian aktivitas hidupnya.
sehingga jelas antara garis pemisah yang haq dengan bathil walupun terdiri dari qabilah-qabilah atau sekte atu aliran atau isme yang tetap saja menjadi kaum musryikin secara global. dan para kaum kuffar para penghalang dan musuh-musuh Alloh dalam mengatur umat manusia.

dari semua itu dai zaman terdahulu sampai saat ini yang mereka usung hanya satu program menjerumuskan manusia yang menjadi generasi kaum kaffir kepada wahyu Alloh dan mengingkari ajaran Rosululloh.

“Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama/dien) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai.” (QS. Al-Taubah: 32)

“Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka).” (QS. Al-Nisa’: 89)

ucapan mereka pola pikir,dan ide mereka di cantumkan dalam kitab undang-undang mereka menyaingi Al-qur’an sehingga terlahirlah kekuasan tertinggi milik manusia intinya manusia yang punya ide terbanyak,bertuliskan terbanyak dan banyak menghasilkan bisikan-bisikan syetan sehingga jadilah sedertan manusia yang mengikuti langkah2 syetan walau dalam mengaku,berpenampilan atuh bahkan berkerumun dengan orang-orang beriman
Qs.2:208

belum cukupkah bagi mereka petunjuk yang tersirat dan bgitupula yang tidak sebagai bentuk bahwa Alloh mempunyai kerjaan tertinggi,hukum untuk kemaslahatn manusia di wilayah ciptaanya ini?

pantaslah rosululloh menggambarkan dan jaminan bagi para pembelot dan para penyesta manusia
“Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, tak seorangpun dari umat ini yang beragama Yahudi dan tidak pula Nasrani yang pernah mendengar tentangku lalu dia mati dan tidak beriman kepada risalah yang aku bawa, kecuali dia menjadi penghuni neraka.” (HR. Muslim)

logikanya ini adalah kaum yang kesemuanya di utus yahudi= hudan agar mengikuti petunjuk musa As,
dan nasrani agar mengikuti risalah wahyu nabi isa As apalgi yang jelas kaum paganisme, animisme dan dinamisme yang mereka mengusung siapa di depanya?

syetan yang bebentuk manusia akan gentar akan merasa gerah ketika barisan orang-mukmin sudah terorientasi
motivasi, dan subtansi dalam kehidupan sesungguhnya ini maka. tak satupun manusia pengingra tidak gentar ketika perang uhud, dan ketika penaklukan spanyol jendarl thoriq hanya satu misi tegaknya kalimatilla, dan mengeluarkan manusia dari cengkraman fir’aunisme yang sudah menghipnitis hidup manusia saat mulai lahir sampai akhir hidupnya jika tidak berusaha menggapai hidayah Alloh dan mencari sebuah kebenaran yang mutlak.

inilah realita saat ini ketika banyak kaum muslimin yang tetap istiqomah dan banyak fir’aun-fir’aun ketakutan dan membuat isu-isu serta kerusakan i muka bumi unutk tetap mempertahankan kekuasaanya di atas kekuasaan Alloh dengan pengikut alhi sihir mereka rahib-rahib mereke dan para ksatria syetan mereka yang siap mengorbanan dirinya demi meraih neraka dan memurnikan aqidah yang salah mereka terhadap ibadah kepada iblis laknatulloh

semoag dengan coretan kecil ini bisa saling mengingatkan jadilah generasi-generasi hizbulloh dan bukan pelindung,pembela bahkan pengikut hizbusyaiton

wallohu a’lam bishowab

Ada lirik lagu band asala bandung yang memang terinspirasi oleh sebuah hadist Rosululloh, yang menyatakan kelabilan manusia yang memang sulit mempertahankan ke-istiqomahan menjalani peran,fungsi dan tugasnya di dunia ini.

sehingga marilah kita coba anlisis lebih dalam ungkapan hadist Rosululloh yang jauh akan menatap masa beberapa ribu tahun dari masa Beliau, katakanlah zaman kini

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Bersegeralah beramal sebelum datangnya rangkaian fitnah seperti sepenggalan malam yang gelap gulita, seorang laki-laki di waktu pagi mukmin dan di waktu sore telah kafir, dan di waktu sore beriman dan pagi menjadi kafir, ia menjual agamanya dengan kesenangan dunia.” (HR. Ahmad No. 8493)

Sikap tidak istiqomah kata Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam disebabkan karena orang pada masa itu lebih mengutamakan kepentingan atau kemaslahatan dunia daripada memelihara keutuhan dien-nya (agama) alias imannya. Orang seperti ini telah tenggelam ke dalam faham bahkan ideologi materialisme.

Berdasarkan hadits ini berarti kita dapat simpulkan bahwa seseorang yang telah mengucapkan dua kalimat syahadat atau mengaku muslim haruslah bersikap sangat waspada ketika ia menjalani era penuh fitnah di Akhir Zaman. Ia harus memahami bahwa bentuk pelanggaran terhadap Allah dapat berakibat kepada dua macam akibat. Pertama, ada yang berakibat seseorang menjadi berdosa, namun di mata Allah dosanya itu tidak menyebabkan dirinya keluar dari Islam. Artinya Allah masih tetap mengakui eksistensi iman pelaku dosa tersebut. Ia masih tetap dipandang sebagai seorang muslim atau seorang yang beriman.

Namun yang kedua, ada pula jenis dosa yang tidak saja pelakunya dipandang telah bermaksiat kepada Allah, tetapi bahkan mengakibatkan pelakunya tidak lagi dipandang masih beriman di mata Allah. Artinya perbuatan dosa yang dilakukannya telah membatalkan imannya. Allah menilai pelaku dosa tersebut telah keluar dari Islam alias menjadi kafir. Inilah yang sangat perlu kita khawatirkan. Dan hadits di atas jelas mengindikasikan fenomena ini. Jadi, di era penuh fitnah kita akan dengan mudah melihat adanya orang-orang yang di pagi hari masih beriman, namun karena satu dan lain hal, tiba-tiba di waktu sore ia telah menjadi kafir, copot imannya. Demikian pula ada mereka yang di waktu sore masih beriman, namun entah apa yang terjadi di malam harinya, tiba-tiba keesokan paginya ia telah menjadi kafir.

Di dalam kitabnya berjudul Dhawabith At-Takfir ‘inda Ahlis-Sunnah wa Al-Jama’ah, Mas’ud bin Faisol menguraikan sembilan Pembatal Keimanan yang disepakati oleh para ulama:

1. Sombong dan menolak beribadah kepada Allah subhaanahu wa ta’ala, walaupun membenarkan dan mengakui kebenaran Islam
2. Syirik dalam beribadah kepada Allah subhaanahu wa ta’ala
3. Membuat perantara dalam beribadah kepada Allah subhaanahu wa ta’ala dan meminta pertolongan kepada selain Allah subhaanahu wa ta’ala
4. Mendustakan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam atau membenci sesuatu yang beliau bawa walaupun ia melakukannya
5. Tidak mengkafirkan orang-orang musyrik atau ragu terhadap kekafiran mereka atau membenarkan mazhab (faham/keyakinan) mereka
6. Memperolok-olok Allah subhaanahu wa ta’ala, Al-Qur’an, Al-Islam, pahala dan siksa, dan yang sejenisnya, atau mengolok-olok Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam atau salah seorang Nabi ‘alaihimus-salam, baik ketika bergurau ataupun sungguhan
7. Membantu orang musyrik atau menolong mereka untuk memusuhi orang Islam
8. Meyakini bahwa ada sebagian orang yang boleh keluar dari ajaran Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak wajib mengikuti ajaran beliau
9. Meyakini ada petunjuk yang lebih sempurna daripada petunjuk Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam atau meyakini ada hukum yang lebih baik daripada hukum beliau yang berlandaskan syariat Allah subhaanahu wa ta’ala

Kita semua berlindung kepada Allah dari perbuatan dosa, baik yang menyebabkan diri kita dipandang “sekadar” bermaksiat kepada Allah, apalagi yang sampai menyebabkan diri kita tidak lagi dipandang Allah masih merupakan seorang beriman. Na’udzubillahi min dzaalika

Misi Jihad fi Sabilillah

Posted: September 28, 2010 in Kajian Tauhid

Sesungguhnya Islam datang untuk memasukkan seluruh manusia ke dalam agama dan syariat Allah Ta’ala.

“Katakanlah: ‘Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia.” (QS. Al A’raf: 158)

Islam juga datang untuk menghapus segala bentuk kesyirikan di atas bumi, “sehingga Allah saja yang diibadahi, tiada sekutu bagi-Nya,” -al hadits-.

Untuk mewujudkan itu maka dakwah yang diemban Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di makkah adalah: “Ucapkan La Ilaha Illallah.” (HR. Ahmad)

إِنِّي نَذِيرٌ لَكُمْ بَيْنَ يَدَيْ عَذَابٍ شَدِيدٍ

“Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan bagi kalian sebelum (menghadapi) adzab yang keras.”

Dalam rangka mewujudkan misi menghambakan seluruh manusia kepada Allah semata, pasukan kaum muslimin bertolak dari Madinah ke seluruh penjuru Arab kemudian ke negeri Persia dan Romawi. Ekspedisi pasukan itu dikirim dari ibukota kekhalifahan yang berpindah-pindah selama tiga belas abad dari Madinah ke Damsyiq, ke Baghdad, kemudian ke Kairo dan terakhir ke Konstantinopel dengan membawa bendera Islam ke seluruh penjuru bumi.

Sasaran kaum muslimin dalam pengembaraan jihad ini adalah satu yaitu agar manusia mentauhidkan Allah yang tiada sekutu bagi-Nya.

Sasaran kaum muslimin dalam pengembaraan jihad ini adalah satu yaitu agar manusia mentauhidkan Allah yang tiada sekutu bagi-Nya.

Dengan ungkapan lain yang disampaikan oleh Rub’i bin Amir, seorang prajurit kavaleri muslim, ketika ditanya oleh Rustum, panglima besar Persia, “apa yang mendorong kalian datang ke sini?”

Rub’i menjawab, “Allah telah mengutus kami untuk mengeluarkan siapa saja yang Dia kehendaki dari penghambaan terhadap sesama hamba kepada penghambaan kepada Allah, dari kesempitan dunia kepada keluasannya, dari kezhaliman agama-agama kepada keadilan Al-Islam. Maka Dia mengutus kami dengan agama-Nya untuk kami seru mereka kepadanya. Maka barangsiapa yang menerima hal tersebut, kami akan menerimanya dan pulang meninggalkannya. Tetapi barangsiapa yang enggan, kami akan memeranginya selama-lamanya hingga kami berhasil memperoleh apa yang dijanjikan Allah.”

“Allah telah mengutus kami untuk mengeluarkan siapa saja yang Dia kehendaki dari penghambaan terhadap sesama hamba kepada penghambaan kepada Allah, . . .

Rub’i bin ‘Amir

Ini yang menjadi sasaran Rasulullah dan para sahabatnya, dan di antara yang telah mempelajarinya adalah Rub’i bin Amir. Sasaran itu tidak berubah sama sekali, yang berubah hanyalah jalan dan sarana untuk mewujudkannya sesuai dengan medan dakwah dengan perintah dari Allah. Semua perubahan itu berdasarkan wahyu, pengarahan yang jelas, dan perintah yang tegas dari Allah kepada Rasul-Nya. Maka beliau memulai perjuangannya dengan dakwah sirriyah (secara rahasi), beliau tidak berdakwah kecuali kepada siapa yang beliau pandang memiliki kecerdasan dan mempunyai hubungan kuat dengan beliau melalui kekerabatan atau perkenalan.

Tiga tahun kemudian beliau diperintah agar berdakwah dengan terang-terangan. Maka beliau pun berdakwah secara terbuka di Makkah dan di tempat lainnya.

Tahapan ini berlangsung selama sepuluh tahun. Selama itu, Rasul diperintah agar tabah menghadapi gangguan. Begitu pula para sahabat beliau, diperintah agar bersabar. Mereka belum diperintah berperang walau untuk melawan kekejaman yang ditimpakan kepada beliau atau para sahabatnya. Lebih dari itu, karena beliau belum diperintah untuk memulai perang kepada siapapun. Karena itu, beliau menolak merestui orang-orang yang berbai’at di Aqabah kedua ketika mereka meminta izin untuk memerangi kaum musyrikin di Mina. Beliau menjawab: “kita belum diperintahkan untuk itu.”

Kemudian secara berturut-turut beliau diperintahkan agar hijrah ke Madinah. Lalu diizinkan memerangi siapa yang memerangi beliau dan menahan diri dari orang yang tidak memeranginya. Dalam tahap ini, terjadi perang Badar, uhud, Ahzab, dan diikuti dengan beberapa ekspedisi dan delegasi.

Dengan terusirnya tentara sekutu yang mengepung Madinah, tibalah tahap akhir dalam hukum-hukum jihad. Sewaktu kembali dari perang Ahzab beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersbada:

الْآنَ نَغْزُوهُمْ وَلَا يَغْزُونَنَا نَحْنُ نَسِيرُ إِلَيْهِمْ

“Sekarang kita yang memerangi mereka dan bukan mereka yang memerengi kita; kita yang akan menyerang mereka.” (HR. al Bukhari)

Kemudian turun surat At Taubah menjelaskan hukum-hukum jihad yang baku, yang berlaku hingga hari kiamat, yaitu perintah untuk memerangi kaum musyrikin. Jihad dilaksanakan untuk menyebarkan agama Allah serta untuk meninggikan kalimat dan syariat-Nya.

بُعِثْتُ بِالسَّيْفِ حَتَّى يُعْبَدَ اللَّهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَجُعِلَ رِزْقِي تَحْتَ ظِلِّ رُمْحِي وَجُعِلَ الذِّلَّةُ وَالصَّغَارُ عَلَى مَنْ خَالَفَ أَمْرِي

“Sesungguhnya aku diutus menjelang kedatangan kiamat dengan pedang sehingga Allah saja yang disembah, tiada sekutu bagi-Nya. Rizkiku dijadikan di bawah kilatan tombak dan dijadikan kehinaan dan kerendahan bagi orang menyelisihi urusanku.” (HR. Ahmad)

Berangkatlah tentara Islam dengan membawa mushaf dan pedang, menyeru segenap bangsa, kerajaan, kekaisaran, dan kabilah-kabilah kepada Allah semata. Barangsiapa beriman, dibebaskan dan hidup nyaman. Barangsiapa yang enggan beriman, harus membayar jizyah dan hidup hina dina. Namun siapa yang menolak dan menyombongkan diri, maka pedanglah yang berbicara.

Sasaran itu tidak berubah sama sekalimaka, dakwah, gerakan dan jihad yang dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan para pengikut beliau tetap berkisar pada satu poros yang diungkapkan oleh Rub’i bin Amir dengan ucapannya, “untuk mengeluarkan siapa saja yang Dia kehendaki dari penghambaan terhadap sesama hamba kepada penghambaan kepada Allah.”
Sebelumnya Nabi kita telah menyebutkan dalam sabda beliau, “sehingga Allah sendiri yang disembah, tiada sekutu bagi-Nya.” (HR. Ahmad)

Al Qur’an juga mengemukakan dengan ungkapan yang lebih agung, lebih sempurna dan lebih indah: “Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari kekafiran), maka sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al Anfal: 39)

Tabligh dan penjelasan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah dakwah dan ajakan agar melepaskan selendang kemusyrikan dan membebaskan diri dari setiap tuhan yang disembah selain Allah.

Penghancuran patung-patung pada waktu penaklukan Makkah adalah penghapusan tuhan-tuhan yang disembah selain Allah.

Pengiriman tentara untuk berperang adalah dakwah kepada tauhid dan penghancuran kemusyrikan.

Pengiriman tentara untuk berperang adalah dakwah kepada tauhid dan penghancuran kemusyrikan.

Memang perang adalah dakwah kepada tauhid berdasarkan nash-nash hadits Rasulillah shallallahu ‘alaihi wasallam:

أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ

“Aku diperintakan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi tiada ilah yang berhaq disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusanNya, menegakkan sholat dan menunaikan zakat.” (HR. Bukhari dan Muslim dari jalan Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma)

Pengiriman pasukan perang adalah dakwah kepada tauhid karena kekaisaran dan kerajaan yang memiliki kekuatan dan kekuasaan enggan mengizinkan dakwah tauhid dan para juru dakwahnya untuk menembus seluruh permukaan bumi Allah, dengan alasan ini adalah tanah kekuasaan dan rakyat mereka. Padahal langit dan bumi serta apa saja yang ada di dalamnya adalah kepunyaan Allah semata. Ketika kondisi seperti ini maka harus ada pedang untuk menjawabnya.

Perang adalah untuk menghapus kemusyrikan dengan menghapus taghut-taghut yang berkuasa atas masyarakat. Mereka berperan sebagai pemerintah yang memerintah dan melarang serta menetapkan undang-undang yang bertentangan dengan hukum-hukum Allah lalu menyuruh masyarakat untuk mentaatinya, suka ataupun tidak.

Perang harus dilaksanakan untuk menghapuskan kekuasaan yang ditaati selain Allah. Perang juga dilaksanakan untuk menghadapi penguasa yang menghalangi dakwah Islam dan melarang diterapkannya syariat Islam.

Perang harus dilaksanakan untuk menghapuskan fitnah, melenyapkan kemusyrikan, dan meninggikan syariat Allah.

Perang harus dilaksanakan untuk menghapuskan fitnah, melenyapkan kemusyrikan, dan meninggikan syariat Allah. “Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari kekafiran), maka sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al Anfal: 39)

Sesungguhnya tidak ada selain Allah yang menciptakan dan tak seorang pun yang mencipta bersama Allah. Karena itu tidak seorangpun yang berhak membuat undang-undang selain dengan hukum-hukum Allah.

Ibnu Taimiyyah berkata:

لَيْسَ لِأَحَدٍ أَنْ يَحْكُمَ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ خَلْقِ اللهِ، لاَ بَيْنَ الْمُسْلِمِيْنَ وَلاَ الْكُفَّارِ إِلاَّ بِحُكْمِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ

“Tidak ada hak bagi seseorang untuk menetapkan hukum bagi orang lain, baik antara kaum muslimin dan kafir, kecuali dengan hukum Allah.”

Sesungguhnya manusia tidak menciptakan diri mereka sendiri serta tidak menciptakan bumi tempat mereka hidup dan tempat masyarakat berada. Karena itu bukan hak mereka mengatur dan bukan hak sebagian mereka untuk mengatur, membuat syariat, membuat hukum, memerintah dan melarang, dengan selain syariat Allah.

Kaum muslimin diperintahkan agar menegakkan kedaulatan syariat Allah di muka bumi Allah dan atas makhluk-Nya.

Kaum muslimin diperintahkan agar menegakkan kedaulatan syariat Allah di muka bumi Allah dan atas makhluk-Nya.

Kaum muslimin diperintahkan agar tidak membiarkan ada satu kelompok manusia di muka bumi ini yang memerintah manusia dengan selain syariat Allah. Barangsiapa yang enggan menggunakan hukum Allah dan menolak untuk patuh, maka akan diperangi.

* Sumber: Mitsaqul Amal Islami, karya DR. Najih Ibrahim, ‘Ashim Abdul Majid, dan ‘Ishamuddin Darbalah.

Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barang siapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudarat kepada Allah sedikit pun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur. Qs.3.144

Jika setelah berlalu beberapa Rosul Alloh dan para pendahulu orang2 mukmin maka akankah perjuangan di tinggalkan dan membelot kepada penjajah kebenaran mengorbankan keimanan dan ketundukan sehingga meninggalkan menanggalkan yang seharusnya menancap menjadi darah daging bagi para kaum muslimin dimanapun berada.  dan sungguh Alloh tidak akan merasakan kerugian sedikitpun dan tidak madorot bagi Alloh jika banyak manusia berbalik arah menuju kemusrikan. dan Alloh tidak akan pernah salah kepada manusia yang pandai bersyukur dalam setiap langkah hidupnya.

karena Alloh menjajikan suatu kaum atau sekelompok manusia

“Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. Qs.5:54

generasi ini lebih di cintai Alloh dan generasi ini mencintai Alloh yang senantiasa saling berpangku tangan satu orientasi dan satu tujuan demi madhotillah semata yang keras terhadap segala bentuk-bentuk kekafiran manusia yang menghinakan ketetapan Alloh dan bersungguh-sungguh memperjuangkan di jalan Alloh tidak akan pernah sdikitpun takut terhadap intimidasi, provokasi dan penghinaan karena itulah karunia Alloh amaka berbagialah manusia generasi ghuroba dan Alloh tidak akan menyia-nyiakan amalan orang2 mukmin………….. sebarkan agama rohmatan lilalamin ini dan temuilah janji alloh kepada manusia-manusia yang siap istiqomah baik istiqomah dalam kebatilan dan dlam membela yang haq maka tunggulah pembalasan masing2 dan itu benar adanya

maka siapakah pelanjut Al-islam jika orang yang mencintai Alloh, Rosululloh dan Al-islam dan sebaliknya yang membenci dan memerangipun tidak akan berhenti sampai terhentinya denyut nadi kita>

maka islamlah dalam penjemputan kita atau kekufuran, kedzoliman, kemunafikan, dan kefasiqkan kah di dapat, maka sebelum ijroil menghampiri di depan kita pertahankan jangan sampai balik kepada kemurtadan dengan bernggapan tidak adanya Rosululloh dan para rosul berlalu …………..

Perjuangan Islam tidak akan tegak tanpa adanya ukhuwah islamiyah.
Islam menjadikan persaudaraan dalam islam dan iman sebagai dasar bagi aktifitas perjuangan untuk menegakkan agama Allah di muka bumi. Ukhuwah islamiyah akan melahirkan rasa kesatuan dan menenangkan hati manusia. Banyak persaudaraan lain yang bukan karena islam dan persaudaraan itu tidak akan kuat dan kekal. Persaudaraan Islam yang dijalin oleh Allah SWT merupakan ikatan terkuat yang tiada tandingannya.
Poerpecahan dikalangan umat dewasa ini terjadi disebabkan mereka tidak memenuhi persyaratan ukhuwah, yaitu kurangnya mendekatkan diri kepada Allah dengan ibadah yang bersungguh-sungguh. Allah SWT berfirman, ketaatan beribadah dan ketakwaan sebagai solusi dari perpecahan umat. Lihat Q.S.49:10 dan 8 :1
Oleh karena itu untuk mencapai nikmatnya ukhuwah, perlu kita ketahui beberapa proses terbentuknya ukhuwah islamiyah antara lain :

1. Melaksanakan proses ta’aruf (saling mengenal). Literaturnya : 49:13

Adanya interaksi dapat lebih mengenal karakter individu. Perkenalan pertama tentunya kepada penampilan fisik (Jasadiyyan), seperti tubuh, wajah, gaya pakaian, gaya bicara, tingkah laku, pekerjaan, pendidikan, dsb. Selanjutnya interaksi berlanjut ke pengenalan pemikiran(Fikriyyan). Hal ini dilakukan dengan dialog, pandangan thd suatu masalah, kecenderungan berpikir, tokoh idola yang dikagumi/diikuti,dll. Dan pengenalan terakhir adalah mengenal kejiwaan (Nafsiyyan) yang ditekankan kepada upaya memahami kejiwaan, karakter, emosi, dan tingkah laku. Setiap manusia tentunya punya keunikan dan kekhasan sendiri yang memepengaruhi kejiwaannya. Proses ukuhuwah islamiyah akan terganggu apabila tidak mengenal karakter kejiwaan ini.

2. Melaksanakan proses tafahum (saling memahami) Al-Hadits

Saling memahami adalah kunci ukhuwah islamiyah. Tanpa tafahum maka ukhuwah tidak akan berjalan. Proses ta’aruf/pengenalan dapat deprogram namun proses tafahum dapat dilakukan secara alami bersamaan dgn berjalannya ukhuwah. Dengan saling memahami maka setiap individu akan mudah mengatahui kekuatan dan kelemahannya dan menerima perbedaan. Dari sini akan lahirlah ta’awun (saling tolong menolong) dalam persaudaraan.
Ukhuwah tidak dapat berjalan apabila seseorang selalu ingin dipahami dan tidak berusaha memahami org lain. Saling memahami keadaan dilakukan dgn cara penyatuan hati, pikiran dan amal. Allah-lah yang menyatukan hati manusia.

3. Melakukan At-Ta’aawun (saling tolong menolong). Q.S. 5::2

Bila saling memahami sudah lahir maka timbullah rasa ta’awun. Ta’awun dapat dilakukan dengan hati (saling mendo’akan), pemikiran (berdiskusi dan saling menasehati), dan ama( saling Bantu membantu).
Saling membantu dalan kebaikan adalah kebahagiaan tersendiri. Manusia adalah makhluk social yang butuh berinteraksi dan butuhbantuan org lain. Kebersamaan akan bernila bila kita mengadakan saling Bantu membantu
.
4. Melaksanakan proses takaful (saling menanggung/senasib sepenanggungan)

yang muncul setelah proses ta’awun berjalan. Rasa sedih dansenang diselesaikan bersama. Takaful adalah tingkatan ukhuwah yang tertinggi. Banyak kisah dan hadits Nabi SAW dan para sahabat yang menunjukkan pelaksanaan takaful ini. Seperti ketika seorang sahabat kehausan dan memberikan jatah airnya kepada sahabat lainnya yang merintih kehausan juga, namun setelah diberi, air itu diberikan lagi ek sahabat yang lain, terus begitu hingga semua mati dalam kondisi kehausan. Mereka saling mengutamakan saudaranya sendiri dibandingkan dirinya (itsar). Inlah cirri utama dari ukhuwah islamiyah.
Hadits : Tidak beriman seseorang diantaramu hingga kamu mencintainya seperti kamu mencintai dirimu sendiri (HR. Bukhari-Muslim).

Betapa indah ukhuwah islamiyah yang diajarkan Allah SWT. Bila umat islam melakukannya, tentunya terasa lebih manis rasa iman di hati dan terasa indah hidup dalam kebersamaan. Kesatuan barisan dan umat berarti bersatu fikrah/pemikiran dan tujuan tanpa menghilangkan perbedaan dalam karakter (kejiwaan). Inilah kekuatan Islam. Mari kita mulai dari diri kita, keluarga, masyarakat dekat untuk menjalin persaudaraan islam ini.

1/2 setengah saja apalagi Full

Posted: Agustus 7, 2010 in Kajian Tauhid

Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasu-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: “Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)”, serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir), Qs. 4/150

“merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan. Qs.4/151

Dengan melihat substansi ayat diatas maka jelaslah nampak tanpa harus menjadi bajak laut memandang sebelah mata, manusia atau orang yang hendak mengambil sebagian- sebagian dari yang Alloh turunkan yaitu al-Qur’an dan hendak mengambil jalan tengah dalam mengarungi kehidupan maka gelar yang di dapat adalah seburuk-buruknya di hadapan Alloh dan seburuk-buruknya tempat kembali karena menolak atu mengkaffiri paket kehidupan nyatakan diri di ciptakan Alloh, lalu Alloh menurunkan aturan-Nya bahkan mungkin lebih dahulu di banding kelahiran kita sekarang tapi realita banyak penentang dan memusuhi Alloh sebgai pencipta

inilah statment Alloh dalam Qalam-Nya

“Dan apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setitik air (mani), maka tiba-tiba ia menjadi penantang yang nyata! ” Qs: 36/77

maka manusia yang tetap pada pendirian mengambil jalan penengah diantara kebenaran dan kesesatan
jelaslah sudah siapa yang mengkaffiri atau menolak baik itu sebaian atau keseluruhan maka hindarkan saja sifat2 ini yang melekat pada diri kita, anak2 kita kel kita dan lingkungan kita.

jika manusia ikhlas menerima dan hendak kembali kepada yang sesungguhnya bukan kepada yang hendak menipu sesaat dalam kehidupan sekejap mata, dunia adalah media ketundukan, kepatuhan, serta penghambaan diri yang sama pula di ciptakan Alloh bagi tempat manusia yang merupakan sebagian kekuasaan Alloh (langit dan bumi).

inilah yang membuat manusia lupa posisinya sebagai manusia sesungguhnya di hadapan Alloh yang senantiasa tidak mau mengarahkan, menggunakan potensi hidupnya sehingga menjadi semakin jauh dan terus menjauh dari apa yang Alloh inginkan kepada manusia.

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). Qs.3/14

inilah perkara-perkara yang selalu membuat manusia berat dalam menerima total islam, total diri sebagai mahluk yang di ciptakan dengan aturan dan cara kehidupan sebagaimana Rosululloh sukseskan dahulu dan itu sampai kiamat harus berada dalam dada manusia unutk menjadi landasan kehidupan.

dan sesungguhnya hidup ini kawan di hadapkan dengan dua pilihan saja Ya atau tidak artinya tunduk atau menolak
wassalam,

Islam way of life

Posted: Februari 19, 2010 in Kajian Tauhid

Banyak pihak yang berpendapat bahwa negeri Indonesia, yang kita cintai karena Allah, dilanda musibah demi musibah karena Allah hendak memberikan ”serious warning” (peringatan keras) kepada ummat Islam agar bertaubat dari berbagai maksiat yang kian tampil secara terang-terangan.

Sejujurnya, kemaksiatan yang hadir dewasa ini di Indonesia, negeri berpenduduk muslim terbesar di dunia ini, sudah meliputi segenap aspek kehidupan. Silahkan Anda renungkan…! Kemaksiatan alias kedurhakaan kepada Allah dapat kita temukan dalam aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, media massa, pendidikan, hukum, militer dan pertahanan-keamanan. Segenap aspek kehidupan tersebut telah dikembangkan dengan semangat mengabaikan bagaimana sebenarnya Allah menuntut kita mengelolanya. Manusia menyangka bahwa semua aspek hidup itu boleh dikembangkan seenaknya menurut selera dan hawa nafsu manusia. Meminjam bahasa saudara Adian Husaini beliau menulis sebagai berikut:

”Kita menyaksikan, bagaimana sekelompok orang – dengan alasan kebebasan berekspresi (freedom of expression) — dengan terang-terangan menantang aturan Allah dalam soal pakaian. Mereka menyerukan kebebasan. Mereka pikir, tubuh mereka adalah milik mutlak mereka sendiri, sehingga mereka menolak segala aturan tentang pakaian. Bukankah tindakan itu sama saja dengan menantang Allah: ”Wahai Allah, jangan coba-coba mengatur-atur tubuhku! Mau aku tutup atau aku buka, tidak ada urusan dengan Engkau. Ini urusanku sendiri. Ini tubuh-tubuhku sendiri! Aku yang berhak mengatur. Bukan Engkau!” Memang, menurut Prof. Naquib al-Attas, ciri utama dari peradaban Barat adalah ”Manusia dituhankan dan Tuhan dimanusiakan!” ((Man is deified and Deity humanised). Manusia merasa berhak menjadi tuhan dan mengatur dirinya sendiri. Persetan dengan segala aturan Tuhan!”

Inilah ciri utama peradaban Barat alias peradaban masyarakat jahiliyah. Kebebasan telah dituhankan sedemikian rupa sehingga Allah di-kerdil-kan sedangkan manusia di-Akbar-kan…! Walaupun kutipan di atas hanya menunjukkan satu contoh saja dari bentuk kemaksiatan, namun kita dapat menemukan bahwa spirit utama ”Manusia dituhankan dan Tuhan dimanusiakan!” berlaku dalam segenap aspek hidup modern. Hal ini sedang terjadi secara global di seluruh penjuru dunia. Indonesia tidak terkecuali. Mengingat bahwa Indonesia dihuni oleh jumlah ummat Islam terbanyak di dunia, maka tanggung-jawab kitapun menjadi lebih besar untuk menunjukkan di hadapan Allah bahwa kita bukanlah ummat Islam yang sekedar bangga dengan kuantitas.

Apalah artinya jumlah yang besar dari populasi muslim dunia bilamana esensi Islam sebagai Way of Life tidak difahami, dihayati, diamalkan apalagi diperjuangkan? Bukankah hakikat seorang berpandangan hidup ”Islam” ialah berserah diri kepada kehendak Allah? Bukankah misi utama da’wah Islam ialah ”membebaskan manusia dari penghambaan sesama manusia untuk menjadi hamba Allah semata”?

Muhammad Qutub mengatakan bahwa di antara ciri utama suatu masyarakat layak disebut masyarakat jahiliyah ialah bilamana di dalamnya tidak hadir iman yang semestinya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Masyarakat tersebut mengaku beriman, namun dalam beriman kepada Allah masyarakat itu sendiri yang menentukan bagaimana mereka beriman kepada Allah. Mereka tidak mau tunduk kepada bagaimana semestinya mereka beriman menurut Kehendak Allah. Inilah yang dimaksud di dalam ayat:

وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ
”Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya…” (QS Al-An’aam ayat 91)

Dengan berlindung di balik faham-faham modern yang bersumber dari peradaban Barat sebagian muslim di negeri ini telah meninggalkan Islam sebagai Way of Life. Baik sadar maupun tidak sadar. Mereka meninggalkan berfikir dan berperasaan menurut bagaimana yang Allah kehendaki karena mereka telah termakan oleh faham Humanisme, Liberalisme, Sekularisme dan Materialisme. Padahal Allah menyuruh setiap Muslim yang mengaku beriman agar men-celup-kan dirinya ke dalam nilai-nilai Rabbani agar segenap fikiran dan perasaannya senantiasa tunduk kepada Allah semata:

صِبْغَةَ اللَّهِ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ صِبْغَةً وَنَحْنُ لَهُ عَابِدُونَ
”Shibghah (celupan) Allah. Dan siapakah yang lebih baik shibghah(celupan)-nya daripada Allah? Dan hanya kepada-Nya-lah kami menyembah.” (QS Al-Baqarah ayat 138)

Dan termasuk salah satu faham Barat yang telah menyebabkan kaum muslimin meninggalkan Islam sebagai Way of Life ialah tentunya faham Demokrasi, suatu faham yang secara makna bahasa saja sudah menunjukkan kesombongan manusia. Demokrasi merupakan ringkasan dari gabungan dua kata: (Demos) yang berarti rakyat dan (kratos) yang berarti hukum atau kekuasaan atau wewenang membuat aturan (tasyrii’). Sedangkan ajaran Islam yang berlandaskan aqidah Tauhid menegaskan bahwa wewenang membuat aturan (tasyrii’) ada di sisi Allah Yang Maha Tahu dan Maha Adil.

مَا لَهُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا يُشْرِكُ فِي حُكْمِهِ أَحَدًا
”…tak ada seorang pelindungpun bagi mereka selain daripada Allah; dan Dia tidak mengambil seorangpun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan”. (QS Al-Kahfi ayat 26)

Saudaraku, masihkah kita perlu heran mengapa bencana demi bencana Allah tetapkan berlaku di tengah masyarakat berpenduduk muslim terbesar di dunia dewasa ini? Sudah tiba masanya bagi kita semua untuk bertaubat dengan Taubatan Nasuhan (taubat yang semurni-murninya), khususnya di dalam menjadikan Islam sebagai satu-satunya Way of Life dalam kehidupan pribadi maupun kolektif.

Kata ”Taubat” bermakna ”kembali”, yakni kembali kepada Allah dalam segenap hal. Maka sudah tiba masanya bagi ummat Islam terbesar jumlahnya di dunia ini untuk kembali dan hanya kembali kepada aturan dan hukum Yang Maha Adil lagi Maha Bijaksana, Allah Subhaanahu wa Ta’aala. Aturan dan hukum bikinan manusia merupakan produk makhluk yang sarat sifat zalim dan bodoh.

إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا

“Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.” (QS Al-Ahzab ayat 72)

Alangkah inkonsistennya bilamana dalam doa kita berkata: ”Aku ridha Allah sebagai Rabb, Islam sebagai Din dan Muhammad sebagai Nabi dan Rasul”, namun dalam keseharian kita masih saja mengakui dan mengagung-agungkan faham/ajaran peradaban Barat yang sejatinya berprinsip mengingkari bahkan mempersekutukan Allah Yang Maha Kuasa lagi Maha Esa.

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ اللَّهُ الصَّمَدُ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ
”Katakanlah: “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa, Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”. (QS Al-Ikhlash ayat 1-4