Archive for the ‘Kajian diri’ Category

DETIK AKHIR HAYAT MANUSIA

Posted: Juli 20, 2011 in Kajian diri

Sesaat sebelum mati

Anda akan merasakan jantung berhenti berdetak, nafas tertahan n

badan bergetar.

Anda merasa dingin ditelinga.

Darah berubah menjadi asam n tenggorokan berkontraksi.

0 Menit

Kematian secara medis terjadi ketika otak kehabisan supply oksigen.

1 Menit

Darah berubah warna n otot kehilangan kontraksi, isi kantung kemih keluar tanpa izin.

3 Menit

Sel-sel otak tewas secara masal. Saat ini otak benar-benar berhenti berpikir.

4 – 5 Menit

Pupil mata membesar n berselaput. Bola mata mengkerut krn kehilangan tekanan darah.

7 – 9 Menit

Penghubung ke otak mulai mati.

1 – 4 Jam

Rigor Mortis

(fase dimana keseluruhan otot di tubuh menjadi kaku) membuat otot kaku n rambut berdiri,

kesannya rambut tetap tumbuh setelah mati.

4 – 6 Jam

Rigor Mortis Terus beraksi. Darah yang berkumpul lalu mati dan warna kulit menghitam.

6 Jam

Otot masih berkontraksi. Proses penghancuran, seperti efek alkohol

masih berjalan.

8 Jam

Suhu tubuh langsung menurun drastis.

24 – 72 Jam

Isi perut membusuk oleh mikroba dan pankreas mulai mencerna dirinya sendiri.

36 – 48 Jam

Rigor Mortis berhenti, tubuh anda selentur

penari balerina.

3 – 5 Hari

Pembusukan mengakibatkan luka skala besar, darah menetes keluar dari mulut dan hidung.

8 – 10 Hari

Warna tubuh berubah dari hijau ke merah sejalan dengan membusuknya darah.

Beberapa Minggu

Rambut, kuku dan gigi dengan mudahnya terlepas.

Satu Bulan

Kulit Anda mulai mencair.

Satu Tahun

Tidak ada lagi yang tersisa dari tubuh Anda. Selain derivat Kalsium dan Silika.

Anda yang sewaktu hidupnya cantik, gagah, ganteng, kaya dan berkuasa, sekarang hanya tumpukan belulang kuku dan rambut yang menyedihkan.

Jadi, apa lagi yg mau disombongkan sebenarnya..?

Di antara nikmat yang tidak terhitung bagi kita semua adalah ni’matul wujud atau nikmat kehidupan. Bahwa kita dijadikan salah satu makhluk-Nya yang dimuliakan yang hidup di alam raya ini. Kehidupan ini memberikan kepada kita hak-hak yang luar biasa banyaknya setelah Allah swt memberikan eksistensi/keberadaan diri kita dalam kehidupan.

Karunia kedua, ni’matul insan, fakta bahwa kita adalah manusia yang ditetapkan sebagai makhluk yang memiliki kelebihan, keunggulan dalam struktur jasmani dan ruhani dibanding makhluk-makhluk lainnya.

Karunia ketiga, ni’matul ‘aql atau karunia akal. Allah swt memberi kepada kita kemampuan membaca dan menulis, kemampuan untuk menjelaskan, kekuatan untuk memahami ayat-ayat-Nya yang tersurat dan tersirat, diantara ayat-ayat-Nya yang tidak tertulis adalah fenomena di alam raya ini.

Lebih dari pada itu, ada karunia yang jauh lebih besar. Yakni, ni’matul hidayah ilal Islam (karunia petunjuk menjadi seorang Muslim). Inilah nikmat yang paling mulia dan paling berharga.

Dan ini tidak Allah berikan kepada semua manusia, melainkan hanya kepada kita.

“Sesungguhnya kenikmatan beragama hanya Aku berikan kepada hamba yang Aku pilih dari hamba-hamba-KU yang shalih.” (al Hadits).

Karena itu nikmat ini haruslah kita syukuri. Inilah jalan satu-satunya yang Allah berikan kepada kita agar kita mendapat kebaikan/kemuliaan di dunia dan di akhirat.

“Jika kamu mensyukuri nikmat-Ku, pasti akan Aku tambah. Tapi jika kamu mengingkari nikmat-Ku, ketahuilah bahwa adzab-Ku pasti pedih .” (QS. Ibrahim (14) : 7)

Mensyukuri nikmat hidayah Islam itu dengan beberapa cara.

Pertama, syukuri nikmat ini dengan menumbuhkan perasaan bahwa kita bangga dan mulia dengan beragama Islam. Kita harus merasa bangga, percaya diri bahwa kita adalah orang Islam. Katakan kepada semua orang dengan penuh kebanggaan, ”Saya adalah orang Islam. Saya adalah umat tauhid. Saya adalah umat al-Qur’an. Saya adalah umat Muhammad saw.”

Dahulu para sahabat sangat bangga menjadi Muslim. Mereka mengatakan, ”Ayahku adalah Islam. Tiada lagi selain Islam. Apabila orang bangga dengan suku, bangsa, kelompok, marga, perkumpulan, paham mereka, tapi aku bangga nasabku adalah Islam.

Suatu ketika Salman Al-Farisi radhiyallahu anhu ditanya, ”Keturunan siapa Kamu ?” Salman yang membanggakan keislamannya, tidak mengatakan dirinya keturunan Persia, tapi ia mengatakan dengan lantang, ”Saya putera Islam.” inilah sebabnya Rasulullah saw mendeklarasikan bahwa, ”Salman adalah bagian dari keluarga kami, bagian dari keluarga Muhammad saw.”

“Katakanlah, Hai Ahli kitab marilah kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan suatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain daripada Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang menyerahkan diri (kepada Allah).” (QS. Ali Imran (3) : 64).

Maka tatkala ia merasakan keingkaran dari mereka (Bani Israil) berkatalah dia, Siapakah yang menjadi penolong-penolongku untuk (menegakkan agama) Allah? para hawariyyin (sahabat-sahabat setia) menjawab: Kamilah penolong-penolong (agama) Allah. “Kami beriman kepada Allah, dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang menyerahkan diri.” (QS. Ali Imran (3) : 52).

Kita harus bangga bahwa kita adalah Muslim. Karena faktanya bahwa Islam itu diturunkan sebagai misi di mana Muhammad saw sebagai Rasulnya, juga diturunkan ke muka bumi dengan tujuan menyebarkan kasih sayang. Karena itu kita haruslah bangga, karena kitalah yang dinanti-nanti/dirindukan oleh umat manusia. Kita rahmat bagi alam semesta ini. Kita bagaikan air yang dirindukan oleh orang yang haus dahaga. Kita adalah makanan yang sedang dimimpikan oleh orang yang lapar. Kita adalah thabib yang ditunggu-tunggu para pasien.

Fakta lain, kita harus bangga menjadi Muslim, adalah bahwa kita mempunyai kitab suci. Al-Qur’an sendiri telah menjamin bahwa kitab ini tidak mungkin ternodai. Tidak satu huruf atau titik pun yang akan merubah kesucian al-Qur’an yang sudah pasti di pelihara oleh Allah. Karena itu kebenaran al-Qur’an akan tetap abadi. Al-Qur’an yang ada di Indonesia adalah al-Qur’an yang ada dan dibaca oleh saudara-saudara kita di muka bumi lain. Al-Qur’an yang dicetak di Indonesia, Arab Saudi, Mesir adalah al-Qur’an yang dicetak di seluruh dunia. Oleh karena itu, kita mempunyai alasan yang sangat kuat bahwa kitalah pihak yang paling berhak menyampaikan kebenaran dari Allah kepada seluruh umat manusia.

Menjadi rahmat

Kita adalah rahmat untuk seluruh umat manusia. Rahmat bagi yang jauh dan dekat. Rahmat dalam keadaan damai dan keadaan perang. Rahmat untuk Muslimin dan Muslimat. Rahmat untuk manusia dan binatang. Rahmat untuk Muslim dan non-Muslim. Rahmat untuk lingkungan sosial kita. Al-Quran sendiri yang terdiri dari 114 surat, semuanya diawali dengan bismillahirrahmanirrahim kecuali surat at Taubah. Ini menunjukkan bahwa sifat yang menonjol, dan melekat pada diri Allah SWT adalah Ar Rahman dan Ar Rahim. Rahmat-Nya agung, Rahmat-Nya selalu mengalir, membasahi seluruh alam. Panutan kita Rasulullah saw dalam peri hidupnya memiliki sikap kasih sayang. Demikianlah Allah swt memuliakan kita dengan Al-Qur’an dan Rasul-Nya.

Cobalah perhatikan, pernah dalam suatu pertempuran Rasulullah saw menyaksikan ada seorang perempuan yang ikut terbunuh. Lalu beliau mengatakan kepada para sahabatnya, ”Tidak mungkin perempuan ini ikut berperang sehingga ia tidak layak di bunuh.” Demikian rahmat Islam dalam peperangan. Rasulullah saw melarang umatnya untuk membunuh perempuan, anak-anak, orang tua, para pendeta, merusak tempat ibadah, memotong pohon. Perang adalah perkara yang sangat dibenci dalam Islam meskipun perang itu sebagai kenyataan yang dipaksakan dalam kehidupan. Itulah sebabnya Islam menjelaskan bahwa kita adalah rahmat untuk manusia sekalipun kita berperang.

Tidak ada manusia yang mencintai perang. Tidak ada manusia yang senang dengan pertumpahan darah. Oleh karena itu, ketika Rasulullah saw ada kesempatan untuk membunuh lawan-lawannya dalam peristiwa Fathu Makkah (pembebasan kota Makkah), tapi itu tidak pernah dilakukan oleh beliau. Ketika seluruh orang Quraisy berkumpul di sekeliling masjidil Haram sebagai pihak yang kalah, Rasulullah saw bertanya kepada mereka, ”Apa yang kalian duga yang akan saya lakukan kepada kalian?” orang-orang Quraisy itu tertunduk dengan mengatakan, ”Kami menduga engkau pasti akan melakukan sesuatu yang baik bagi kami karena engkau adalah saudara kami yang mulia (akhun karim),” Kemudian Rasulullah saw mengatakan kepada mereka, ”idzhabu faantum thulaqa’. laa yatsriba ‘alaikumul yaum. (Hari ini tidak ada dendam. Hari ini kalian bebas semuanya. Pergilah semuanya, kalian bebas.

Lihatlah bagaimana Rasulullah memperlihatkan kasih sayang, ketulusan dan kecintaannya. Bandingkan dengan karikatur yang digambarkan oleh orang-orang Denmark tentang Rasulullah dengan kartun yang menggambarkan Rasulullah dikelilingi perempuan sambil menghunus pedang. Itu sangat berlawanan (kontradiktif) dengan kemuliaan dan kasih sayang Rasulullah saw. Karena ternyata fakta sejarah menunjukkan Rasulullah saw justru mampu memunculkan rasa kasih sayang hingga dalam situasi beliau mampu melakukan apa saja terhadap musuh-musuhnya.

Bila kewajiban kita adalah mensyukuri nikmat Islam, maka kita harus bangga dengan Islam, dan itu artinya kita harus istiqamah dan konsisten serta konsekwen dengan ajaran Islam. Tidak cukup dengan kata-kata bahwa kita adalah Muslim, tapi kita harus mengamalkan apa yang diajarkan oleh Islam. Islam harus mewarnai kehidupan kita, dalam cara berpikir, bersikap, merasa, dan dalam seluruh gaya hidup kita semuanya. Islam sebagai pengarah tunggal dalam segala aspek kehidupan kita. Aspek ideologi, politik, sosial, ekonomi, kebudayaan dan pertahanan keamanan.

Jika kehidupan ini tidak ditemani oleh Islam akan membuat pemburunya kecewa dan akan terjadi penyesalan sepanjang hayat.

Marilah kita jadikan Islam sebagai darah daging kita dan jati diri kita. Di sinilah rahasia kemuliaan, kejayaan dan kemenangan kita secara mikro dan makro. Tunjukkan keislaman kita dengan bentuk apa saja; kepribadian, perilaku, pekerjaan dan hubungan. Di mana saja dan kapan saja. Sebab, jika orang Islam tak bangga dengan Islam-nya, di situlah salah satu indikasi awal kemunduran Islam terjadi

Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus 10 mata-mata yang dipimpin Ashim bin Tsabit al-Anshari kakek Ashim bin al-Khaththab. Ketika mereka tiba di daerah Huddah antara Asafan dan Makkah mereka berhenti di sebuah kampung suku Hudhail yang biasa disebut sebagai Bani Luhayan.

Kemudian Bani Luhayan mengirim sekitar 100 orang ahli panah untuk mengejar para mata-mata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka berhasil menemukan sisa makanan berupa biji kurma yang mereka makan di tempat istirahat itu. Mereka berkata, ‘Ini adalah biji kurma Madinah, kita harus mengikuti jejak mereka.’

Ashim merasa rombongannya diikuti Bani Luhayan, kemudian mereka berlindung di sebuah kebun. Bani Luhayan berkata, ‘Turun dan menyerahlah, kami akan membuat perjanjian dan tidak akan membunuh salah seorang di antara kalian.’ Ashim bin Tsabit berkata, ‘Aku tidak akan menyerahkan diri pada orang kafir.’ Lalu memanjatkan doa, ‘Ya Allah, beritakan kondisi kami ini kepada Nabi-Mu shallallahu ‘alaihi wa sallam.’

Rombongan Bani Luhayan melempari utusan Rasulullah dengan tombak, sehingga Ashim pun terbunuh. Utusan Rasulullah tinggal tiga orang, mereka setuju untuk membuat perjanjian.

Mereka itu adalah Hubaib, Zaid bin Dasnah dan seorang lelaki yang kemudian ditombak pula setelah mengikatnya. Laki-laki yang ketiga itu berkata, ‘Ini adalah penghianatan pertama. Demi Allah, aku tidak akan berkompromi kepadamu karena aku telah memiliki teladan (sahabat-sahabatku yang terbunuh).’

Kemudian rombongan Bani Hudhail membawa pergi Hubaib dan Zaid bin Dasnah, mereka berdua dijual. Ini terjadi setelah peperangan Badar. Adalah Bani Harits bin Amr bin Nufail yang membeli Hubaib. Karena Hubaib adalah orang yang membunuh al-Harits bin Amir pada peperangan Badar. Kini Hubaib menjadi tawanan Bani al-Harits yang telah bersepakat untuk membunuhnya.

Pada suatu hari Hubaib meminjam pisau silet dari salah seorang anak perempuan al-Harits untuk mencukur kumisnya, perempuan itu meminjaminya. Tiba-tiba anak laki-laki perempuan itu mendekati Hubaib bahkan duduk dipangkuannya tanpa sepengetahuan ibunya.

Sementara tangan kanan Hubaib memegang silet. Wanita itu berkata, ‘Aku sangat kaget.’ Hubaib pun mengetahui yang kualami. Hubaib berkata, ‘Apakah kamu khawatir aku akan membunuh anakmu? Aku tidak mungkin membunuhnya.’

Wanita itu berkata, ‘Demi Allah aku tidak pernah melihat tawanan sebaik Hubaib. Dan demi Allah pada suatu hari, aku melihat Hubaib makan setangkai anggur dari tangannya padahal kedua tangannya dibelenggu dengan besi, sementara di Makkah sedang tidak musim buah. Sungguh itu merupakan rizki yang dianugrahkan Allah kepada Hubaib.’

Ketika Bani al-Harits membawa keluar Hubaib dari tanah haram untuk membunuhnya, Hubaib berkata, ‘Berilah aku kesempatan untuk mengerjakan shalat dua rakaat.’ Mereka mengizinkan shalat dua rakaat. Hubaib berkata, ‘Demi Allah, sekiranya kalian tidak menuduhku berputus asa pasti aku menambah shalatku.’ Lalu Hubaib memanjatkan doa, ‘Ya Allah, susutkanlah jumlah bilangan mereka, musnahkanlah mereka, sehingga tidak ada seorang pun dari keturunannya yang hidup,’ lalu mengucapkan syair:

Mati bagiku bukan masalah, selama aku mati dalam keadaan Islam
Dengan cara apa saja Allah lah tempat kembaliku
Semua itu aku kurbankan demi Engkau Ya Allah
Jika Engkau berkenan,
berkahilah aku berada dalam tembolok burung karena lukaku (syahid)
Lalu Abu Sirwa’ah Uqbah bin Harits tampil untuk membunuh Hubaib. Hubaib adalah orang Islam pertama yang dibunuh dan sebelum dibunuh melakukan shalat.

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitahu para sahabat pada hari disiksanya Hubaib, bahwa kaum Quraisy mengutus beberapa orang untuk mencari bukti bahwa Ashim bin Tsabit telah terbunuh dalam peristiwa itu, mereka mencari potongan tubuh Ashim. Karena Ashim adalah yang membunuh salah seorang pembesar Quraisy. Tetapi Allah melindungi jenazah Ashim dengan mengirim sejenis sekawanan lebah yang melindungi jenazah Ashim, sehingga orang-orang itu tidak berhasil memotong bagian tubuh jenazah Ashim sedikit pun.” (HR. Al-Bukhari, no. 3989; Abu Dawud, no. 2660.). (ar/kisahmuslim)

teror terhadap islam

Posted: April 29, 2011 in Kajian diri

Secuil pertanyaan di benak mahluk dhoif ini ya Robb,, jika islam dien-Mu ini sudah dipandang teror oleh para pengaku islam maka akan dikemanakan dasar aqidah,syari’ah dan akhlak manusia itu.

jika maghrib bukan jadi kiblatan kaum muslimin secara global dan hanya sebuah konesp dan celotehan saja.

dan fitnah yang terbesar di fase akhir zaman ini memang menusuk jauh lebih dari tusukan tajamnya pedang tapi menghancur dan meluluh lantahkan nilai2 fitrah manusia.

islam takut dengan islam, dan perlahan hanya tinggal sebuah nama dan tapa arah dan tujuan sehingga akhirnya menyalahkan sebuah sistem agung-Mu ya Robb,

Al-islam di puncak penindasan di lehan bumi manapun yang seharusnya Engkaulah raja segala eksistensi dan law of life tatanan peradaban manusia di muka bumi ini.

dan kini iblis dan kroni demi melanggengkan eksistensi kekuasanya di dalam kekusan-Mu ya rob telah memanfaatkan sebagian manusia yang menjadi penjual bahkan menjadi pengkianat demi tahta,harta dan wanita di dunia ini.

sungguh hanya sedikit yang engkau janjikan yang menempuh konsistensi dan kontinuitas menyebarkan rislah dan ajaran yang murni ini, sunnguh engkau maha pengatur dan logistik mahluk.

kini banyak orang-orang bersembunyi di balik nama Al-islam dan menjadi benalu yang siap menggerogoti baik dirinya dan menjadi virus terhadap kaum muslimin.

peperangan antara hak dan bathil tidak akan lenyap sampai ruh dan jasad kaum muslimin telah kembali , jadi penerus atau jadi musuh hanya dua pilihan hidup ini.

deradikalisasi yang diangkat oleh kebencian musuh-Mu telah di kobarkan terhadap konspirasi islam yang sesungguhnya.

hanya mengambil dari kisah awalnya.tengahnya, atau endingnya saja yang kebanyakan mejadi sebuah keyakinan dimasa kini.tanpa mempedulikan sistematis dari islam itu sendiri bagaimana manusia pilihan-mu para nabi dan Rosululloh saw telah membuktikan kekuasaanMU.

hasil karya nyata dari musuh islam iblis,syaitonisme bai yang konvensional maupun yang sudah canggih adalah manusa menjadi kaum yang takut dengan kebenaran,tidak mau mencari kebenaran, menelan bulat2 semua rekayasa produk syetan yang siap menjerumuskan manusia kedalam kesesatan yang nyata dan menuju keabadian neraka.

dan hasil akhirnya adalah membolehkan segala apapun yang telah Alloh larang dan tetapkan tidak lagi memndang itu subhat,makruh,sunnah, halal dan haram. yang terpenting adalah terakui eksitensi hidupnya dimata manusia demi mempertahankan hidupnya di dunia saat ini.

kalaulah islam adalah sebuah teror maka wajarlah mayoritas manusia merasa takut mendengar syar’iat tanpa menetapi proses bahkan mempersiapkanpun tidak hanya fobia ketakutan, menjadi penyanggah, pelawan sekaligus penindas dan di benak mungkin sebagian para teror terhadap islam adalah ingin melenyapkan aturan Alloh beserta para pelaksananya.

kini tidak sedikit manusia impelmentasi hidupnya, keyakinan,pola pikir, dan bertindaknya adalah hasil rekayasa mungkin produk buatan para pengingkar kepada Alloh. sehingga bukanllah manusa yang wam dan bodoh yang sesat tetapi dari kalangan profesor dan kaum intelektual yang jadi korban keganasan ekistensi syetan dimuka bumi ini.

begitulah saudara-saudaraku seiman dan seaqidah celotehan dari sososk mahluk dhoif ini yang insya Alloh mengharapkan

berada bersama dengan orang2 yang mengharapkan marhdotillah saja.

Marah, sepertinya hal yang sering kita lakukan, entah itu kepada orang yang tidak kita suka, kepada temen, saudara, pasangan hidup kita atau mungkin kepada anak kita. Apalagi di saat kita pulang kerja, badan capek, letih, di rumah ada masalah, kayaknya pengennya marah-marah.

Coba kita latih untuk meredam emosi kita. Soalnya sebagai orang beriman ada beberapa dalil yang perlu kita perhatikan, di dalam Al-Qur’an maupun Al-Hadits banyak yang memerintahkan kita untuk menahan marah.

“(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali Imran – 134)

Dari Abu Hurairah Ra., seorang lelaki berkata pada Rasulullah Saw, berilah saya nasehat. Rasulullah Saw bersabda “Janganlah engkau marah” Rasulullah mengulang-ulang pada ucapannya. (HR. Bukhari)

Banyak Hikmah Yang Kita Dapat Dari Menahan Emosi Kita.

1. Mungkin ada hikmah dari yang membuat kita emosi.

Di dalam surat Al-Baqarah ayat 216 diterangkan,

“Boleh jadi kalian membenci sesuatu padahal ia sangat baik untukmu dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui sedang kalian tidak mengetahui.”

Dari ayat ini kita bisa ambil hikmah dari sesuatu yang membuat kita emosi bukan berarti buruk untuk kita, mungkin sesuatu yang baik untuk kita, jadi jangan marah dulu, renungkan masalah yang sedang menimpa kita. Atau malah marah kita hanya untuk menutupi kekurangan kita.

2. Tidak ada penghalang antara do’a kita dan Allah.

Nah, kalau yang membuat emosi kita itu sifatnya penganiayaan pada diri kita, kita juga tidak perlu emosi, karena dengan bersabar terhadap penganiayaan itu, adalah sesuatu yang sangat hebat, yaitu doa orang yang dianiaya wajib dikabulkan oleh Allah SWT.

“Takutlah kamu pada do’anya orang yang dianiaya, maka sesungguhnya do’anya orang yang dianiaya tidak ada penghalang antara do’a dan Allah.” (HR. Tirmidzi)

3. Akan menjadi orang terkuat.

Di dalam hadits Rasulullah Saw bersabda :

“Orang yang kuat bukanlah orang yang hebat dalam bertengkar, sesungguhnya orang yang kuat adalah orang yang bisa menahan emosi ketika harus marah.” (HR. Bukhari)

Bukti orang yang emosi lemah dibuktikan oleh Muhammad Ali dengan julukan si mulut besar, setiap akan melakukan pertandingan dia selalu melakukan psi-war ke lawan mainnya, tujuannya supaya lawannya terpancing emosinya saat bertanding, jika emosinya sudah terpancing mainnya tidak bisa konsentrasi jadilah Muhammad Ali sebagai pemenang dalam pertandingan itu. (Hehehe…)

Imbalan Yang Akan Diterima Disisi Allah :

1. Allah akan memasukkan kedalam Surga.

Dalam surat Ali Imran 133-134 Allah Swt berfirman,

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.”

2. Menjadi pemimpin ahli Surga.

“Barangsiapa yang dapat menahan marah ketika dia harus marah maka Allah akan memanggilnya bersama para pemimpin mahluk sehingga dia disuruh memilih bidadari yang dia mau.” (HR. Tirmidzi)

Cara Mencegah Marah :

1. Berwudhu.

“Sesungguhnya marah-marah dari Setan, dan sesungguhnya setan diciptakan dari api, dan sesungguhnya api dimatikan dengan air. Maka ketika salah satu kalian marah-marah maka hendaklah berwudhu.” (HR. Abu Dawud)

2. Rubah posisi.

“Ketika salah satu kalian marah dalam keadaan berdiri maka hendaklah duduk, maka hilang marah-marahnya. Dan jika tidak hilang maka hendaklah berbaring.” (HR. Abu dawud)

3. Redam ego.

Orang marah biasanya karena egonya naik, cobalah untuk merendahkan ego serendah-rendahnya, insya Allah emosi kita bisa terkendali.

Semoga nasehat-nasehat yang disadur dari kalamullah dan hadith-hadith Rasulullah Saw menjadi penyejuk hati bagi yang ingin marah, dan bagi yang sedang marah, bersabarlah, karena sabar itu separuh dari Iman. Karena sabar akan senantiasa menjadikanmu mulia disisi Robbul Izzati, Allah jalla wa’ala. Semoga bermanfaat!

Wallahu a’lam bish showab, Walhamdulillahi robbil a’lamin..
Prince of JHD

Fitrah Manusia

Posted: Januari 4, 2011 in Kajian diri

Kita sebelumnya tidak ada. Allah SWT kemudian mengadakan (menciptakan) kita. Sehingga kita ada di dunia ini. Artinya, kita tidak hadir tiba-tiba. Tapi diadakan oleh Allah SWT, Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dengan qudrah dan iradah-Nyalah kita hidup. Kita sama sekali tidak menanam saham di dalamnya. Kita terima jadi. Semuanya dari Allah SWT. Karena itu, Dialah pemilik kita yang hakiki. Bukan yang lain. Sebab, selain-Nya adalah makhluk ciptaan-Nya juga. Menjadi milik Allah SWT bermakna bahwa kita adalah hamba-hamba-Nya (‘Abdullah). Makanya, sungguh sesat menjadikan salah satu makhluk-Nya sebagai Tuhan, tempat menggantungkan hidup dan kehidupan ini.

Allah SWT menciptakan kita dengan sengaja. Sebab, semuanya atas qudrah dan iradah-Nya (Qs .Aruum:08). Karena itu, tugas kita di dunia ini sudah jelas dari awal, yaitu hanya untuk beribadah kepada-Nya, sebagaimana firman-Nya, “Tidaklah Aku menciptakanan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku (Qs Adz-Dzariyat: 56). Aktivitas ibadah yang dimaksud di situ tersimpul dalam amanah kekhalifahan yang Allah SWT berikan pada kita (cermati Qs Al-Baqarah: 30). Inilah fitrah hidup kita.

…aneh jika hari ini ada seorang Muslim yang gelisah tidak punya kerjaan alias ‘merasa’ jadi pengangguran. Padahal begitu banyak tugas kekhalifahan yang harus segera diselesaikan…

Oleh sebab itu, aneh jika hari ini ada seorang Muslim/Muslimah yang gelisah tidak punya kerjaan alias ‘merasa’ jadi pengangguran. Padahal, begitu banyak tugas kekhalifahan di sekelilingnya yang harus segera diselesaikan. Jika yang ia maksudkan adalah kesibukan dalam perspektif materi semata, sungguh ia telah terputus dari fitrah kemanusiaannya. Terputus karena selain menafikan tugas mulia dari Tuhannya, ia juga tidak sedang menggantungkan perkaranya pada Allah SWT, tapi pada selain-Nya. Misalnya pada materi, pada akal pikirnya semata, dan lain sebagainya. Singkatnya, orang yang merasa menganggur itu sejatinya sedang bingung dengan dirinya sendiri.
Meniti Fitrah Hidup

Perintah beribadah berkaian erat dengan kenyataan bahwa kita milik Allah SWT sepenuhnya. Kenyataan bahwa sebelumnya kita tidak ada, kemudian Allah SWT adakan, ciptakan. Makanya, jangankan harta, hatta diri ini saja dari-Nya dan milik-Nya. Karena itu, hakikatnya kita berhutang pada Allah SWT. Hutang kita adalah diri kita sendiri, keberadaan kita ini. Itu adalah pemberian terbesar Tuhan pada kita. Buktinya, ketika seseorang terancam hidupnya, biasanya ia akan mengorbankan apa saja untuk menyelamatkan dirinya. Atas dasar itu, manusia itu sesungguhnya berhutang pada Allah SWT atas karunia ‘keberadaannya’ dan semua karunia duniawi untuk mencukupi hidupnya. Rasa keberhutangan inilah elemen mendasar dari kepasrahan diri manusia kepada Tuhan.

Mengembalikan diri kita kepada Allah SWT adalah proses menjadikan diri kita ini kembali pada fitrah yang sesungguhnya, kepada jati diri kita dengan jalan mengabddikan diri kepada-Nya. Ini adalah konsep spiritual bukan aspek fisik dari keberadaan kita. Karena itu, pengetahuan ini akan menuntun kita dengan sepenuh hati dan dengan kesadaran yang tinggi mengabdikan diri kepada Allah SWT melalui ketaatan atas perintah, hukum-hukum dan menghindari larangan-Nya. Jadi sama sekali tidak ada paksaan, namun sebaliknya, secara sadar, penuh keikhlasan semata-mata karena Allah SWT (baca: Islam and Secularism; bandingkan dengan Prolegomena).

…tidak semua cara bisa ditempuh untuk mengembalikan diri kepada Allah SWT. Tidak semua cara benar dan menjadikan diri kita kembali fitrah. Yang benar dan dapat diterima adalah yang melalui agama…

Dengan demikian, tidak semua cara bisa ditempuh untuk mengembalikan diri. Tidak semua cara benar dan menjadikan diri kita kembali fitrah. Yang benar dan dapat diterima adalah yang melalui agama yang terpancar dari konsepsi keesaan Tuhan yang benar sebagaimana yang diwahyukan kepada Nabi Ibrahim as. dan para penerusnya. Inilah agama yang diridhai Allah SWT, “Sesungguhnya agama di sisi-Allah adalah Islam” (Qs Ali-‘Imran: 19). Oleh sebab itu, ibadah kita baru akan diterima tatkala dilakukan dengan ikhlas karena Allah SWT dan sesuai dengan syariat-Nya
Desain Tubuh Kita

Desain tubuh kita tentu sesuai dengan tujuan penciptaan kita. Karena kita diciptakan hanya untuk beribadah kepada-Nya, berarti kita didesain hanya untuk beribadah kepada-Nya. Desain ini dari Tuhan Yang Maha Pencipta. Pemilik kita, Zat Yang Maha Tahu diri kita. Sehingga, jika selama hidup kita tidak beribadah, berarti kita merusak diri kita sendiri. Sebab tidak sesuai dengan kondisi kita. Tidak sesuai dengan fungsi dan tanggungjawab kita. Singkatnya, tidak beribadah berarti kita tidak merawat diri kita sebagaimana yang seharusnya, yakni sesuai fitrah yang Allah SWT ciptakan.

Contoh sederhananya begini. Sebuah gelas kecil khusus dibuat oleh perusahaan tertentu untuk air minum. Air minum yang dimaksud bukan yang panas atau bukan pula yang dingin. Tapi yang biasa saja. Alasan apapun, jika kemudian kita menggunakannya untuk memuat minuman yang panas atau yang sangat dingin, maka sudah dapat dipastikan bahwa usia gelas itu tidak akan lama. Sebab, bahan untuk membuatnya telah disesuaikan dengan tujuan pembuatannya. Sesuai fungsi dan kemampuannya. Makanya, agar tidak mudah rusak kita harus memperhatikan petunjuk pemakaian dari perusahaan di mana gelas itu diproduksi. Demikian juga tubuh kita, jika tidak difungsikan sesuai tujuan penciptaan Allah SWT, maka kita akan rusak. Yang merusak adalah diri kita sendiri. Sebab akan seperti apa kita di dunia ini adalah pilihan hidup kita. Yang jelas, perumpaan di atas sangatlah sederhana. Sebab Allah SWT Maha segalanya. Dia tidak akan keliru walaupun sedikit tentang kita.
Beribadah Menjaga Jiwa

Bagi manusia, jiwa menempati peran yang sangat penting. Rasulullah saw bersabda, “Ketahuilah bahwa di dalam tubuh ini terdapat segumpal darah. Apabila segumpal darah itu baik, maka baik pula seluruh anggota tubuhnya. Dan apabila segumpal darah itu buruk, maka buruk pula seluruh anggota tubuhnya. Segumpal darah yang aku maksudkan adalah hati” (Hadits Riwayat Al-Bukhari). Dengan demikian, perkataan, pemikiran, tulisan dan perbuatan kita adalah cermin dari jiwa kita, kepribadian kita.

Di situlah peran ibadah, yaitu memberi makan jiwa dengan ‘makanan’ yang sehat dan menyehatkan. Bahkan juga secara teratur menjaga kesehatannya dengan berbagai vitamin yang dibutuhkan. Vitamin itu bisa berupa nasihat-nasihat yang mengajak kepada ketakwaan dari para ulama yang ‘alim sekaligus ‘amil. Asupan gizi juga terus mengalir tatkala kita tidak putus minum ilmunya para ulama, kyai, ustadz yang benar, tulus-ikhlas karena Allah SWT semata. Bukan dari orang-orang yang mengaku ahli dalam agama, tapi sejatinya justru tidak kenal Islam, ragu dengan Islam bahkan memandang Islam tidak sempurna, seperti mereka yang pikirannya liberal (akidahnya terbaratkan).

Maka dari itu, sungguh kasihan orang-orang yang hidupnya bergelimang dengan dosa dan maksiat. Orang-orang itu merusak dirinya sendiri. Menjadikan jiwanya berkarat dan sekarat. Jika jiwa sudah seperti itu, yang akan tumbuh subur adalah berbagai penyakit hati, seperti iri, dengki, takabur dan serakah. Sulit sekali bagi jiwa seperti ini mengenali jalan kebenaran di antara jalan-jalan kesesatan yang membentang di hadapannya. Allah SWT berfirman: “Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya). Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu. Dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya” (Qs Asy-Syams 7-10).

Jiwa yang hitam pekat sulit ditembus cahaya dan petunjuk Allah SWT. Akibatnya, jiwa ia tidak bisa membedakan lagi mana jalan yang diperintahkan dan jalan yang terlarang. Semua dianggapnya sama. Baginya, melalui jalan kefasikan tidak lagi berdosa. Sedangkan jalan kebaikan ia nilai sia-sia untuk dilalui. Di sini, tidak ada lagi keikhlasan, kesabaran dan lapang dada menerima kenyataan hidup.

Sementara itu, mereka yang ikhlas beribadah kepada Allah SWT, jiwanya jernih laksana air. Apapun yang dimasukkan ke dalam air jernih dengan mudah bisa diketahui dan dikenali. Jiwa ini bersih, sehat, dan segar. Cahaya dan petunjuk Ilahi akan tembus meresap dan mengendap dalam relungnya. Jiwa ini akan lebih mudah membaca dan menyimpulkan setiap isyarat di hadapannya dan ayat-ayat alam di sekelilingnya. Ia punya prasangka baik (husnuzhan) kepada Allah SWT, optimistis dan lapang dada. Hal ini karena cahaya Ilahi memang akan bersemayan di dalam jiwa yang bersih. Dalam sebuah Hadits Qudsi Allah SWT berfirman: “Bumi dan langit-Ku tidak dapat memuat-Ku, tetapi yang dapat memuat-Ku adalah hati hamba-Ku yang beriman.”

…Beribadah adalah fitrah kita. Proses mengembalikan diri ini hanya kepada-Nya. Orang yang menapaki jalan ini berarti ia terhindar dari tiga kesalahan…

Epilog

Beribadah adalah fitrah kita. Proses kita ‘membayar hutang’ kepada Allah SWT. Mengembalikan diri ini hanya kepada-Nya. Orang yang menapaki jalan ini berarti ia terhindar dari tiga kesalahan. Pertama, kezaliman. Zalim bermakna tidak adil, sebab tidak meletakkan sesuatu pada tempatnya (baca: Kitab at-Tauhid). Orang zalim tidak bisa memahami dan menerapkan konsep secara proporsional. Ia mencampur dua atau tiga konsep yang saling bertentangan. Contohnya, bertauhid tapi masih berpikir dichotomis-dualistis bahkan pluralis, mencampur keimanan dengan kemusyrikan, dsb.

Kedua, bodoh. Al-Ghazali menyebutnya dengan hamaqah. Ia bukan jahil dan buta aksara. Tapi bodoh dalam cara mencapai tujuan. Karena tidak tahu apa tujuan hidupnya, seseorang jadi bodoh tentang cara mencapainya. ”Anda harus bisa kaya dengan segala cara” adalah bisikan Machiaveli yang diterima dengan sukarela. Anda bisa ‘jual diri’ asal bisa jadi selebriti. Karena itu, Islam datang menawarkan jalan dan cara mencapai tujuan yang disebut syariah (cermati Qs A1-Ma’idah: 15-16 dan al-Jatsiyah: 18. Pembahasan mendalam tentang “syariah sebagai jalan” lihat dalam al-Asfahani dan Ibn Manzur).

Ketiga, gila. Artinya salah tujuan, salah menentukan arah dan tujuan hidup, salah arah perjuangan. Hal ini karena hamaqah atau kebodohan. Bodoh akan negeri impian akan bingung hendak ke mana sampan didayung. Yang jahil tentang arti ibadah tidak akan pernah tahu apa gunanya ibadah baginya. Yang demikian adalah kegilaan. Karena itu, amalnya hanya demi dirinya (linnafsi faqod), mencari kehormatan diri (lil jah), harta (lil mal), yang tiba-tiba diklaim menjadi Demi Allah SWT semata (Lillah Ta’ala).

…Jadi, orang yang tidak hidup sesuai fitrahnya sejatinya adalah orang-orang yang zalim, bodoh dan gila…

Jadi, orang yang tidak hidup sesuai fitrahnya sejatinya adalah orang-orang yang zalim, bodoh dan gila. Dan bisa jadi, orang yang berpandangan dan berperilaku tidak tauhidi (dualistis), mengakui kebenaran lain di luar Islam alias berfikir liberal-pluralis adalah yang menjadi sumber virusnya. Wallahu a’lam bi ash-shawab.

Secercah Perjalanan hidupku

Posted: Oktober 10, 2010 in Kajian diri

sekilas membuat mata tertipu
membuat manusia engga melepaskan pelukan dunia fana ini
sejenak melupakan dan akhirnya meninggalkan-Mu
Meski dengan telinga, mata dan hati tetap aku buta

Apakah hanya dunia yang ku kejar
dalam diri berkecambuk diantara makna kebenaran yang semu
Siapakah diri ini sebenarnya,
mengapakah aku tercipta saat ini
benarkah aku akan hadirnya di dunia ini bermakna

begitulah bergumamnya diri yang melayang
seperti bayangan tak berpijak
ya robbi….. jadikanlah hidupku bermakna di dunia ini
dan singkirkanlah kecintaanku kepada dunia dan isinya kecuali hanya karena-MU
tuntunlah diri ini sehingga menjadi manusia sejati

mengerti arti hidup ini
memahami dan tahu tujuan hidupku sehingga ke bisa tersenyum
baik duka dan suka tetap ku tundukan segalalanya untuk-Mu
ku raih sebuah kebenaran dan tak kulepaskan

kini hanya tinggal aku dan aku yang baru
sosok manusia yang mengharap rihdo-MU
maka istiqomahkan diri ini dari kejahiliyahan masa laluku
dan ku tatap betapa banyak teman, sanak saudaraku

mereka menutup mata, telinga dan menutup hati
menyambut panggilanMu ya Robbi…..
dunia memang akan menngelincirkan juga
jika mengisi dunia tidak karena-Mu dan Perintah-Mu

“”””Coretan Perjalananku””””””””””””””””””””””””
menuju jalan illahi

Seputar Puasa Enam Hari Syawal

Posted: September 15, 2010 in Kajian diri

Segala puji bagi Allah Ta’alaa shalawat serta salam semoga tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad, keluarganya, sahabatnya dan para pengikutnya yang baik hingga hari kiamat. Amma ba’du:

Para pembaca yang dirahmati Allah Ta’alaa:

Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam telah memerintahkan kepada kita pada bulan ini yaitu bulan Syawal untuk berpuasa enam hari dan telah menjanjikan bagi siapa yang melaksanakan perintah puasa pada hari-hari ini dengan pahala yang besar di dunia dan akhirat dan ini merupakan karunia Allah Ta’alaa kepada kita sebagai umat Muhammad yang memiliki umur yang pendek dibanding umat terdahulu akan tetapi memiliki amalan yang banyak pahalanya.

Orang yang berbahagia adalah yang diberikan taufik oleh Allah Ta’alaa untuk memanfaatkan kesempatan ini dengan berpuasa pada hari yang sedikit ini sebelum terlambat.

Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda:

{من صام رمضان ثم أتبعه ستاً من شوال كان كصيام الدهر} [رواه مسلم وغيره].

(Barangsiapa berpuasa Ramadhan kemudian melanjutkannya dengan berpuasa enam hari bulan Syawal maka seperti orang yang berpuasa selama setahun) HR Muslim dan lainnya.

Imam Nawawi rahimahullah berkata: para ulama mengatakan: (itu seperti berpuasa selama setahun, karena kebaikan dilipatgandakan menjadi sepuluh kali lipat, maka puasa Ramadhan sama dengan puasa sepuluh hari, dan enam hari Syawal seperti dua bulan).

Saudaraku, sesungguhnya membiasakan diri berpuasa setelah puasa Ramadhan merupakan tanda diterimanya puasa Ramadhan, karena jika Allah Ta’alaa menerima amalan seorang hamba, maka dia akan diberikan taufik untuk melakukan amalan sesudahnya.

Diantara masalah penting yang berkaitan dengan puasa enam hari ini:

Sebagian orang menyangka bahwa jika dia berpuasa enam hari bulan Syawal tahun maka dia harus membiasakan diri berpuasa setiap tahunnya, dan ini tidak benar karena perintahnya sukarela, maka jika dia mau bisa berpuasa tahun ini dan tidak berpuasa pada tahun berikutnya karena perkaranya tidak wajib untuk berpuasa setiap tahunnya.

Puasa enam hari bulan Syawal waktunya dimulai dari hari kedua Idul Fitri dan berakhir pada akhir bulan dan tidak ada bedanya berpuasa enam hari ini secara terpisah selama bulan Syawal atau bersambung karena sifatnya longgar dan pahalanya sama, namun sebaiknya seorang muslim menyegerakan kebaikan dan berlomba dalam amalan shalih mendekatkan dirinya kepada Allah Ta’alaa sebagaimana firman Allah Ta’alaa:

( وَسَارِعُواْ إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ) ال عمران

Artinya: (dan bersegeralah kalian kepada ampunan Rabb kalian dan surga yang luasnya seperti langit dan bumi yang disediakan bagai orang-orang yang bertakwa) QS Ali ‘Imran.

Sebagian orang menyangka bahwa jika memulai puasa enam hari bulan Syawal maka dia harus menyempurnakannya hingga selesai dan tidak ada alasan untuk memutuskan puasanya setelah satu atau dua hari karena suatu uzur seperti sakit saat berpuasa dan ini tidak benar, karena orang yang melakukan amalan sunah adalah bisa menjaga dirinya sehingga dia bisa memutuskan puasanya kapan saja berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: (orang yang berpuasa sunah bisa menjaga dirinya jika dia mau dia bisa berpuasa dan jika tidak dia bisa berbuka) HR Tirmidzi.

Sepatutnya bagi yang ingin berpuasa enam hari bulan Syawal untuk meniatkannya pada malam harinya karena itu adalah puasa hari-hari yang ditentukan pada waktu yang khusus diberikan pahala khusus dan bukan seperti puasa sunah yang mutlak.

Seandainya dia membagi-bagi puasa enam hari tersebut kepada ayyamul bidh (tanggal 13,14,15) atau senin dan kamis selama bulan Syawal maka sebagian ulama berpendapat mudah-mudahan dia mendapatkan dua pahala Insya Allah.

Barangsiapa yang memiliki hutang puasa bulan Ramadhan maka dia harus membayar hutang puasanya terlebih dahulu kemudian baru berpuasa enam hari karena puasa Ramadhan wajib dan puasa enam hari Syawal sunah berdasarkan hadits: (Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian melanjutkannya dengan enam hari bulan Syawal….). Hadits diatas menunjukkan perintah puasa Ramadhan sebelum puasa Syawal.

Dan masalah ini masih diperselisihkan oleh para ulama.

Seandainya wanita yang nifas yang tidak berpuasa pada bulan Ramadhan hendak berpuasa enam hari Syawal dan hutangnya mungkin menghabiskan satu bulan Syawal maka sebagian ulama telah berfatwa dia membayar hutang puasanya pada bulan Syawal lalu berpuasa enam hari di bulan Dzul Kaedah.

Wallahu A’lam.

Eksistensi Manusia

Posted: September 3, 2010 in Kajian diri

Salah mengarahkan roda kehidupan walau hanya sedikit fatl akibatnya, apalagi semakin jauh melebar dari standarisasi yang sudah di tentukan sang Pencipta Alloh semata,  tinggal upaya manusia berusaha cleanerisasi dengan pola lingkungan yang ada baik di tinjai dari sisi empirik dan konseptual.

padahal antara konseptual dan empirik adalah satu kesatuan yang jika di analisis dan di implementasikan maka hasilnya sebuah keyakinan, baik itu materialisme, idealisme,liberalisme, dan isme yang lainya. padahal sang pencipta menciptakan dan menyebar keseluruh pelosok muka bumi ini untuk saling interaksi dan bisa memahami arti diri baik secara vertika maupun horizontal dengan satu arahan kepada sang pencipta alam semesta saja.

sehingga sosok individu-individu mampu mengoreksi, introspeksi, kroscek sendiri “think about me”, sehingga mampu mengimplementasikan bentuk loyalitas, dedikasi serta peran aktif di muka bumi sebagai sosok mahluk yang berpotensi sama di hadapan pencipta Alam semesta Alloh swt.

“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah.(12), Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).(13).Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Suci lah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.(14).

Kemudian, sesudah itu, sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati.(15)  ….. Qs.Al-mukminun

inilah processing manusia dengan berbagai polemik setelah menghirup dunia real setelah mengalami intensitas timing yang di tentukan oleh Maha Pencipta sehingga menjadi saat ini. karena sudah sunnatulloh baik secara akal dan nalar kita. maka pemilik berhak atas kuasa hasil karya nya seghingga ada hak-hak paten yang tak sepatutnya di isolasi bahkan di filterisasi lagi jika keabsahanya sudah dari pembuatnya.

setelah itu tentunya Alloh yang maha segalanya membekali ciptaanya ini dengan sama rata dan bukan di lihat dari kesempurnaan fisik dan fsikis saja.

tapi inilah menjadi modal awal manusia untuk bersaham sesuai standar guide atau menyalahi maka tinggal melihat alat pembekalan yang sama di berikan Alloh baik kepada manusia awal  sampai manusia terakhir tercipta maka tidak ada perubahan secara esensi,fungsi dan Filtersisasi

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” An-Nahl:78

dengan melihat ini semua maka tidak akan ada beda kesenjangan sosial dimata Alloh hanya antara kekufuran dan ke-bersyukuran sebagai bukti eksistensinya di muka bumi yang sama juga di ciptakan-Nya.

dan secara sunatulloh baik teoritis maupun realita maka sosok manusia jiwa dan raganya saling berjalan seiring waktu dalam prosesnya dari fase-fase sampai bisa menggunakan modal awal tadi.

sehingga munculah dua sosok karakteristik sampai akhir hayatnya yaitu menjadi yang eksis dalam bersyukur dan kebalikanya.

munkin karena tak tersadarkan tiba-tiba bisa beranalogi, berperseprsi, berteori akhirnya memutuskan life style sendiri tanpa menengok esensi dan substansinya.

sehingga layak Alloh mempertanyakan ketidak sesuaian manusia melangkah dan mendiami bumi ini padahal semua tercipta dengan kebenaran tidak satupun tercipta untuk menghasilkan sebuah kesalahan walau sedikit saja.

benarkah itu kenapa tercipta virus2 bahaya, penyakit2 wabah2, bencana2  dan banyak hal di sudut pandangan mata manusia itu salah dan tidak bisa di benarkan bahkan tidak bisa di terima ??….. mungkin saja ada segelintir manusia yang menolak untuk kematianya sendiri

“Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka?, Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan. Dan sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Tuhannya.” Qs.Arrum:30

inilah faktor penyebab mayoritas manusia berpersepsi seperti diatas, karena sedikit waktunya untuk menganalisis, intospeksi dan menelusuri hidupnya belum lainya. bahkan memikirkanyapun tidak”’  atau memandang suatu kehidupan-pasti kematian tidak ada wujud eskistensi bukti kehidupan seutuhnya.

jadi saham dan modal awal tadi tidak untukTHINK about that entah tercurah dan terarah kemana yang jelas itu menyalahi prosedure atau belum sesuai dengan keinginan pemilik alam raya ini. jadi wajarlah Alloh menggrafikan bahwa mayoritas manusia benar2 tidak tahu dan tidak percaya akan bertemu dengan sang Pencipta…………….

semoga kita termasuk sosok individu yang pandai say tank you  atau bersyukur Kpd-Nya.

Do’a Istiqomah

Posted: Februari 18, 2010 in Kajian diri

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ

Rabbabaa Laa Tuyigh Quluubanaa Ba’da Idz Hadaitanaa wa Hab Lana Mil-Ladunka Rahmatan Innaka Antal-Wahhaab

Artinya: “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).” (QS. Ali Imran: 7)

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ، ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِيْنِكَ

Yaa Muqallibal Quluub, Tsabbit Qalbi ‘Ala Diinik

Artinya: “Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkan hati kami di atas agama-Mu.” (HR. Ahmad dan at Tirmidzi)

اللَّهُمَّ مُصَرِّفَ الْقُلُوبِ صَرِّفْ قُلُوبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ

Allaahumma Musharrifal Quluub, Sharrif Quluubanaa ‘Alaa Thaa’atik

Artinya: “Ya Allah yang mengarahkan hati, arahkanlah hati-hati kami untuk taat kepadamu.” (HR. Muslim)

Keterangan:

Ketiga doa di atas adalah doa yang bersumber dari Al Qur’an dan sunnah shahihah. Maka seorang muslim patut menghafal dan memunjatkannya kepada Allah setiap waktu, karena terpelihara ataupun tercabutnya hidayah terletak pada kehendak dan kekuasaan Allah. Apabila Allah meneguhkan hidayah, tidak ada yang dapat memalingkan dan menyesatkannya.

مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِي وَمَنْ يُضْلِلْ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ

Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barang siapa yang disesatkan Allah, maka merekalah orang-orang yang merugi.” (QS. Al A’raf: 175)

Pada ketiga doa di atas berisi permohonan terpeliharanya hati. Karena hati merupakan penentu baik dan buruknya amal perbuatan seseorang. Dia menjadi pusat takwa dan hidayah. Namun, dia juga menjadi pusat kekufuran dan kesesatan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

أَلَا وَإِنَّ فِي اَلْجَسَدِ مُضْغَةً, إِذَا صَلَحَتْ, صَلَحَ اَلْجَسَدُ كُلُّهُ, وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ اَلْجَسَدُ كُلُّهُ, أَلَا وَهِيَ اَلْقَلْبُ

….ketahuilah sesunguhnya di dalam jasad itu ada segumpal daging, apabila baik maka baiklah seluruh jasadnya, dan apabila rusak maka rusaklah seluruh jasadnya, ketauhilah bahwa dia itu adalah hati.” (Muttafaq ‘Alaih dari An Nu’man bin Basyir)

Sedangkan hati setiap orang berada di bawah kendali Allah ‘Azza wa Jalla. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “sesungguhnya hati anak Adam (manusia), semuanya berada di antara dua jari dari jari-jemari Allah, laksana hati yang satu, Dia arahkan ke mana saja yang Dia kehendaki.” (HR. Muslim)

Dalam riwayat at Tirmidzi dari hadits Malik bin Anas, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Sesungguhnya hati itu berada di dua jari dari jari-jari Ar Rahman, Dia membolak-balikkan sekehendak-Nya.” Dalam riwayat Ahmad, “jika Dia berkehendak (untuk menjadikannya sesat) maka akan disesatkan-Nya dan jika berkehendak maka akan tetap diteguhkan di atas petunjuk.”

Sedangkan siapa yang hatinya dijaga oleh Allah dengan hidayah, tiada seorang pun yang bisa menyesatkannya.

مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ

Siapa yang diberi hidayah oleh Allah maka tidak seorangpun yang bisa menyesatkannya. Sebaliknya, siapa yang disesatkan oleh Allah maka tida seorangpun yang bisa memberinya petunjuk.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, at Tirmidzi dan lainnya)

Karenanya, kita senantiasa memohon kepada Allah, Rabb kita semua, agar tidak menjadikan sesat hati kita setelah dia memberi petunjuk, dan kita juga memohon limpahan rahmat dari sisi-Nya, sesungguhnya Dia dzat Maha Pemberi.